Konflik Gaza Tidak Sepilu Konflik Ukraina?

 


Oleh: Akmal Sulaeman

Dewasa ini, kita mungkin biasa melihat atau mendengar di berbagai media tentang serangan Israel terhadap Palestina yang bahkan beberapa hari yang lalu, lagi-lagi terjadi serangan yang menewaskan puluhan jiwa. Kemudian beberapa bulan yang lalu, media ribut tentang konflik Rusia-Ukraina. Dari kedua konflik tersebut bisa kita lihat bahwa terdapat perbedaan reaksi dunia dan media, yaitu orang-orang lebih gempar dan berita terkait serangan di Ukraina lebih trending dibanding dengan serangan di Gaza.

Memang, konflik yang terjadi di Ukraina mengorbankan warga sipil akan tetapi bukankah serangan yang terjadi di Gaza juga sudah memakan banyak korban mulai dari anak-anak hingga lansia? Kenyataannya memang seperti itu dan ini bukan hanya satu atau dua kali saja. Lantas, mengapa media yang memberitakan ketika konflik di Ukraina ini terjadi sangat trending dan mereka membuatnya begitu mengerikan bahkan menjelaskan seakan-akan Rusia yang menjadi “sosok penjahat”? Sedangkan Israel yang telah berkali-kali melakukan serangan tidak pernah dianggap sebagai sosok penjahat oleh media? Juga beberapa kelompok di dunia mengecam atas aksi Rusia; contohnya saja Federation Internationale de Football Association (FIFA) yang melarang Rusia untuk tampil di laga internasional. Lantas, pernahkah Israel dilarang oleh FIFA untuk ikut serta di laga internasional yang sudah bukan satu dua kali saja bahkan telah bertahun-tahun melakukan aksi serangan di Gaza?

Apakah iya, Rusia melakukan serangan terhadap Ukraina begitu saja? Sudahkah kita mencari data pasti dari alasan mengapa Rusia melakukan serangan di Ukraina? Apakah tidak ada yang ditutup-tutupi oleh media? Apakah tidak ada yang di rekayasa oleh media? Sedangkan Israel menyerang Palestina hanya dengan alasan ingin merebut tanah kekuasaan di Palestina, justru mendapat dukungan dari beberapa kelompok di dunia dan bantuan persenjataan dari beberapa negara, bahkan kini laut Mediterania dan sungai Jordan diakui oleh dunia dan diberi label Israel di peta.

Titik berat perbandingan di sini adalah Rusia menyerang Ukraina dengan alasan sebagai bentuk protes yang sebelumnya telah memberikan peringatan agar tidak bergabung dengan North Atlantic Treaty Organization (NATO), sedangkan Palestina yang diserang oleh Israel, dengan tujuan mengambil alih tanah kekuasaan dan menghilangkan Palestina dari peta. Justru Israel mendapatkan dukungan atas tindakan kejinya oleh beberapa negara.

 Kalau kita ingin membandingkan mana yang lebih pilu antara konflik di Gaza atau Ukraina, mungkin bagi sebagian orang sudah dapat menilai dan paham betul mana yang lebih pilu setelah melihat berbagai perbandingan yang ada di atas. Memang reaksi dunia dan media terhadap konflik di Ukraina berbanding jauh dengan reaksinya terhadap konflik di Gaza, akan tetapi kita bisa apa? Meskipun sekilas kita tidak bisa apa-apa, setidaknya kita sebagai warga sipil atau warga negara biasa, kita tidak menerimanya begitu saja dengan mengecam sikap standar ganda.

Namun, di balik itu semua banyak hal pilu tentang serangan di Gaza; mulai dari serangan Israel yang menewaskan banyak korban jiwa, anak-anak di Gaza lahir dan besar dengan mimpi buruk, ketakutan dan depresi, hingga tuduhan terhadap pejuang jihad Palestina sebagai teroris.

Pertama, banyaknya korban jiwa pada setiap terjadinya serangan di Gaza, dilansir dari Databoks, berdasarkan data Kantor Koordinasi Kemanusiaan PBB (OCHA UN) sejak 2008-2021, 5.739 orang Palestina telah meninggal dunia akibat konflik tersebut. Sebanyak 21,8% korban jiwa di Palestina merupakan anak-anak berusia kurang dari 18 tahun. Rinciannya sebanyak 1.011 anak laki-laki dan 244 anak perempuan. Laki-laki dewasa yang menjadi korban meninggal dunia di Palestina mencapai 3.783 orang atau 65,7%. Sedangkan, perempuan yang menjadi korban jiwa mencapai 565 orang atau 9,8%. Ini baru data 14 tahun terakhir belum lagi korban serangan tahun-tahun sebelumnya. Masihkah kita menutup mata dan tuli dari hal ini, setelah melihat banyaknya korban jiwa dari serangan Israel di Gaza?

Kedua, anak-anak yang harusnya mempunyai mimpi yang besar dan menikmati masa kecilnya, akan tetapi mereka harus hidup dengan penuh ketakutan dan ancaman yang mereka tak tahu kapan dan di mana Israel akan melakukan serangan. Banyak gedung dan rumah yang hancur akibat dari serangan udara Israel. Sebagai seorang anak yang kehilangan rumah berarti hilangnya mainan mereka, buku, pakaian, dan barang yang memberikan kenyamanan bagi mereka. Bila mereka juga kehilangan orang tua, artinya mereka kehilangan orang yang melindungi dan mengasihi mereka. Coba bayangkan kalau kita sebagai orang tua yang mempunyai anak dan ia harus hidup dalam penuh ketakutan dan depresi. Itulah kenyataan yang ada di Gaza.

Ketiga, Palestina yang menjadi korban serangan Israel, justru dilekatkan tuduhan sebagai teroris oleh orang-orang yang teracuni paham islamofobia. Bahkan ada yang memvonis bahwa mereka yang berjuang atau pun orang-orang Palestina tersebut adalah cikal bakal radikalisme. Sangat tidak layak rasanya memvonis sosok yang membela negaranya sebagai teroris dan cikal bakal radikalisme.

Dari berbagai hal pilu yang telah kita lihat tadi, mungkin itu sudah cukup bagi kita untuk mengatakan konflik di Gaza lebih pilu dibanding dengan konflik di Ukraina beberapa bulan terakhir yang lebih viral. Belum lagi hal-hal pilu yang tidak disebutkan, kalau semuanya kita deret maka kita akan melihat perbandingan antara Gaza dan Ukraina itu bagaikan langit dan bumi. Juga, kalau kita ingin menilai berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan bukankah itu wajar bagi kita jika mengatakan konflik di Gaza lebih pilu dibanding dengan konflik di Ukraina?

Comments