Hukum Bagi Mereka yang Belum Mengganti Puasa Ramadan Sebelumnya
Puasa di bulan Ramadhan merupakan pilar keempat agama Islam yang wajib
ditunaikan oleh para kaum muslim. Tak terlepas bagi yang mengalami uzur syar'i,
mereka tetap wajib mengqada (mengganti) puasa di luar bulan Ramadan.
Sebagaimana yang ditegaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah 184:
…فَمَنْ كَانَ
مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ…
“Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau
dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari
(yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain”.
Waktu yang diberikan untuk mengqada yaitu mulai
dari tanggal 2 Syawal hingga menjelang akhir Sya'ban. Namun, bagaimana hukumnya
jika seorang muslim atau muslimah menunda untuk mengqada puasanya hingga tiba Ramadan berikutnya? Dan bagaimana pula ketentuan membayar utang puasa
yang telah lewat waktu qada? Konsep atas jawaban pertanyaan tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut:
Sebab Penundaan Qada Puasa
Bagi sebagian kaum muslim ada yang menunda mengqada puasa hingga sampai
tiba Ramadan berikutnya. Sebab penundaannya pun berbeda-beda. Ada yang menunda
karena sakit menahun, melakukan safar hingga bertahun-tahun, hamil, menyapih
anak atau bahkan tanpa sebab karena menyepelekan kewajiban qada puasa.
Pada keadaan tersebut, jika
penundaan qada puasa disebabkan uzur syar'i hukumnya diperbolehkan dan tidak
menanggung dosa atas penundaannya tersebut. Namun, jika penundaan qada puasa
tanpa adanya uzur syar'i, seperti menyepelekan, lalai atau sengaja menunda
maka hukumnya tidak diperbolehkan dan menanggung dosa atas penundaan qada puasa.
Ketentuan Mengqada Puasa yang Telah Lewat Waktunya
Ketentuan mengqada
puasa pun dapat berbeda, sesuai dengan sebab penundaannya. Bagi seorang muslim
atau muslimah yang menunda qada puasa karena uzur syar'i, itu hanya diwajibkan mengganti puasa saja sesuai dengan jumlah utang puasanya. Berbeda
halnya jika menunda mengqada tanpa adanya udzur syar'i. Selain mengganti puasa,
mereka juga diwajibkan untuk membayar fidyah menurut mazhab jumhur ulama dengan
berdasar pada dalil:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، فِي رَجُلٍ
مَرِضَ فِي رَمَضَانَ ثُمَّ صَحَّ وَلَمْ يَصُمْ حَتَّى أَدْرَكَهُ رَمَضَانُ
آخَرُ، قَالَ: «يَصُومُ الَّذِي أَدْرَكَهُ وَيُطْعِمُ عَنِ الْأَوَّلِ لِكُلِّ
يَوْمٍ مَدًّا مِنْ حِنْطَةٍ لِكُلِّ مِسْكِينٍ، فَإِذَا فَرَغَ فِي هَذَا صَامَ
الَّذِي فَرَّطَ فِيهِ». [أخرجه الدارقطني].
Dari Abu Hurairah Ra
bahwasanya ia berkata kepada seorang lelaki yang sakit di bulan Ramadan.
Kemudian sembuh namun tidak puasa hingga datang Ramadan berikutnya. Abu
Hurairah berkata; “Ia berpuasa hari yang ia dapati di bulan Ramadan itu, dan
memberi makan dari awal setiap hari satu mud berupa gandum untuk setiap orang
miskin. Apabila ia telah selesai dari hal ini, baru ia membayar hutang
puasanya”. (HR Ad-Daruquthni)
Dari hadis tersebut
kita bisa pahami bahwa orang yang menunda qada puasanya karena lalai
maka ia wajib mengqada sekaligus memberi makan satu orang miskin setiap hari. Sesuai
dengan jumlah hari utang puasa dengan kadar 1 mud yang setara dengan 675 gram
dari makanan pokok atau dapat berupa uang sesuai dengan ketentuan fidyah. Waktu
melaksanakan fidyah pun dapat dilakukan sebelum mengqada puasa, sesudah ataupun
bersamaan.
Wallahu a’lam




Comments
Post a Comment