Bromo Ludes Terbakar, Pentingnya Nilai Saddudz Dzari’ah dalam Kehidupan Sosial

(Sumber, republika.id)

Penulis: Ismail Sanusi | Editor: Akmal Sulaeman

Peristiwa kebakaran di Bukit Teletubbies, Kawasan Taman Nasional Bromo adalah sebuah kejadian yang konyol dan banyak menimbulkan pertanyaan. Bagaimana tidak, hal tersebut terindikasi bukan karena terik panas matahari yang over, ataupun oknum nakal yang sengaja membakar dengan tujuan pembukaan lahan, akan tetapi flare prewedding yang tidak sengaja membakar lahan seluas 500 hektare tersebut.  Dari peristiwa ini, tak sedikit kecaman ditujukan untuk calon pengantin dan Manajer Wedding Organizer (WO) pada kejadian tersebut. Bahkan,kejadian ini sedang dalam proses penyelidikan.

Namun, belum lama ini pengacara rombongan prewedding, Mustaji menyatakan bahwa kliennya sudah minta izin untuk melakukan kegiatan tersebut, tapi kurangnya koordinasi dan pengecekan barang oleh petugas sekitar,

"Kalau klien saya ini masuk menggunakan tiket melalui pintu masuk dari Malang menggunakan via online dan sudah disampaikan maksud tujuannya untuk foto prewedding, tapi tidak ada pengecekan barang-barang bawaan klien kami oleh petugas," kata Mustaji kepada wartawan.

Seharusnya tanpa harus mencari alasan menyalahkan petugas setempat, dengan mempertimbangkan dampak yang terjadi ketika flare dinyalakan saja, itu sudah cukup menjadi penyelamat bagi keluarga kecil yang menggantungkan rezekinya di sektor pariwisata Bromo. Hal ini merupakan refleksi dari kurangnya penerapan Saddudz Dzari’ah dalam kehidupan sosial.

Saddudz Dzari'ah merupakan salah satu dalil khilafiah dikalangan ulama. Lebih lanjut, secara bahasa Saddudz Dzari'ah berarti "Menutup jalan kepada suatu tujuan." Menurut istilah Ushul Fiqh, seperti dikemukakan Abdul-Karin Zaidan, Saddudz Dzari'ah berarti:

أن من باب منع الوساىٔل المؤدية إلى المفاسد

"Menutup jalan yang membawa kepada kebinasaan atau kejahatan".

 

Adapun perbuatan-perbuatan yang mengantarkan kepada kebinasaan, dibagi menjadi dua oleh Abdul-Karim Zaidan, di antaranya:

1. Perbuatan yang keharamannya bukan karena mengantar dari kebinasaan saja, melainkan esensi perbuatan tersebut adalah haram. Oleh karena itu, perbuatan ini tidak termasuk dalam kajian Saddudz Dzari’ah.

2. Perbuatan yang secara esensial merupakan perkara boleh (mubah), tetapi perbuatan itu ada indikasi yang menuju kepada ke haraman. Perbuatan seperti ini lalu terbagi dalam 4 macam:

a) Perbuatan yang sudah pasti mengakibatkan kebinasaan.

b) Perbuatan ini mengandung kemungkinan (sekecil apapun) kepada hal yang dilarang.

c) Perbuatan mubah yang kemudharatannya lebih besar dari kemaslahatannya.

d) Perbuatan mubah yang memiliki maslahat tapi pada pelaksanaanya ada usaha menuju kepada yang dilarang.

Dari penjelasan singkat di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa peristiwa yang terjadi di Bromo dapat dicegah dengan menerapkan Saddudz Dzari’ah. Walaupun esensi dari membakar flare di tempat sepi seperti di gunung adalah perkara mubah, tapi pada pelaksanaanya banyak indikator yang dapat merubah status mubah menjadi sesuatu yang dilarang. Contohnya, kondisi rumput yang kering dan tiupan angin yang kencang, apabila flare jatuh ke rumput ada kemungkinan api merambat dan merusak lahan hingga menyebabkan tempat tersebut gersang dan membuat gumpalan asap yang dapat menghalangi aktivitas sekitar.

Mengutip dari laman NU online, dalam kitab al-Muntaqa Syarah al-Muwatta’, menjelaskan sebagai berikut,

أن ضرر الفرن والحمام بالجران بالدخان الذي يدخل في دورهم ويضر بهم وهو من الضرر الكثير المستدام وما كان بهذه الصفة منع إخداثه على من يستضر به

“Kemudaratan tungku dan kamar mandi yang mengganggu tetangga dengan asap (dan baunya) yang masuk ke rumah mereka hingga merugikan mereka adalah salah satu bentuk kemudaratan permanen.Segala sesuatu yang sifatnya demikian harus dilarang meskipun mendatangkan kebaikan bagi orang tertentu”.

Dari penjelasan tersebut, sudah sangat jelas kekeliruan dari kasus ini. Dari gambaran kecil sebuah tungku yang dibakar mendatangkan banyak kemudaratan sehingga perbuatan tersebut dilarang, apalagi membakar sebuah lahan yang luasnya hingga 500 hektar tersebut. Walaupun pada kasus ini tidak ada niat dengan sengaja, akan tetapi perbuatan tersebut merupakan hal yang salah dan sangat dilarang, karena mengabaikan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja menyebabkan kemudaratan yang lebih besar terjadi. Jadi, sangatlah penting menerapkan Saddudz Dzari’ah dalam kehidupan sosial, agar menjaga hal-hal yang dapat merugikan banyak orang itu tidak terjadi.

Comments