Hedonistik, Layakkah untuk Generasi Emas Indonesia?
![]() |
Perkembangan
zaman yang semakin melaju hingga tak terbendung, membuat para pelaku kehidupan
saat ini terseret-seret oleh ombak kegengsian. Perkembangan yang begitu cepat,
sampai “Beli sana beli sini” menjadi kegiatan prioritas. “Edan” menjadi kata
yang bisa menggambarkan betapa buasnya ritme kegengsian di zaman ini.
Menjadi kaum
konsumtif bukanlah sepenuhnya buruk, karena memang setiap orang, sekalipun
produsen akan menjadi penikmat juga. Akan tetapi, mengonsumsi secara berlebihan
dengan mengikuti hasrat keinginan akan memberi dampak yang negatif dari banyak
sisi. Yaps, hedonisme yang kini merambah dan mengakar di kalangan masyarakat, hingga
membuat perubahan gaya hidup yang besar.
Filsuf Mila
mengatakan bahwa hedonisme adalah cara hidup di antara orang-orang yang
menganggap kesenangan materi adalah alasan utama bagi mereka untuk meraih
kebahagiaan. Hal ini tentu bukan budaya dari Indonesia, di mana beberapa
kalangan menyebut bahwa hedonistik adalah gaya hidup dari barat. Jika ditelisik
pula di sisi lainnya, hedonistik merupakan derivasi (turunan) dari pemikiran
liberal.
Epicurus juga
ikut mendefinisikan hedonisme sebagi sesuatu yang sudah menjadi sifat alamiah
manusia untuk dipenuhi. Akan tetapi, filsuf ini menggambarkan hedonisme sebagai
hal yang memenuhi keinginannya secara sederhana dan ala kadarnya.
Walaupun
demikian, pandangan masyarakat Indonesia tentang hedonisme semakin liar,
terutama di kalangan Generasi Z (Gen Z). Melalui data sensus tahun 2020, angka Gen
Z mencapai 27,94%.
Cukup besar dan
kemungkinan angka tersebut akan terus naik hingga saat ini. Gen Z menjadi
perhatian utama dalam masalah ini karena rata-rata di antara mereka sangat
berambisi mengejar tren, kesenangan sementara, semu dan sesuatu yang
artifisial.
Sesekali saya
menyempatkan melihat lingkungan sekitar, dan menyimpulkan bahwa tujuh dari
sepuluh remaja telah terpapar gaya hidup ini. Dalam hal ini, saya dapat
mengetahui ciri- ciri dari hedonistik, di antaranya nongkrong yang berlebihan
secara berkala, gemar berpesta, selalu melihat material orang yang lebih
darinya, foya-foya dan lainnya.
Gaya hidup
seperti di atas, sudah positif menunjukkan bahwa mereka terjangkit hedonistik
dan sudah bisa dikategorikan sebagai kaum hedonis. Juga menjadikan hal itu
sebagai gaya hidup disebabkan beberapa pengaruh, baik internal (pribadi) maupun
eksternal (lingkungan).
Cara pandang
pada kehidupan menjadi penyebab yang sangat perlu diperhatikan. Menganggap
bahwa kesenangan hanya diperoleh dari foya-foya, dan mengikuti secara
terus-menerus nafsunya membuat dirinya tersiksa.
Selain dari
cara pandang yang menjadi pengaruh internal, motif dari pemenuhan hasrat
seringkali disalahartikan kegunaannya. Terkadang niat awalnya hanya sebagai
bentuk self reward, tapi lama kelamaan berlebihan bahkan saking
kelewatannya tanpa pencapaian pun, tetap saja menghambur-hamburkan materialnya
sehingga menjadi kebiasaan.
Di sisi lain,
pengaruh eksternal juga menjadi hal utama yang perlu perhatian besar. Salah
satunya melalui handphone, dari tontonan sampai For Your Page (FYP)
yang dimilikinya. Hal ini bisa menjadi sumber transformasi gaya hidup
hedonistik. Melihat gaya hidup artis idola, teman karib yang sudah mapan, dan
lainnya. Hal inilah yang menjadi faktor pendorong hedonistik dapat melekat pada
diri seseorang.
Selain handphone,
tempat pergaulan juga menjadi titik penting tumbuhnya style hidup
hedonistik. Karena di tongkronganlah kebiasaan-kebiasaan baru dengan cepat
masuk ke dalam diri, baik itu disadari ataupun tidak.
Masalah-masalah
di atas, menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua. Solusi yang akan penulis
paparkan hanyalah beberapa poin, tentu tidak mencakup semua. Harus juga melihat
kondisi dari permasalahan tersebut.
Penulis
menempatkan solusi untuk poin pertama yaitu; kesadaran masing-masing tentang
pentingnya mengalokasikan keuangan dengan tepat. Mencatat dan membagi
pengeluaran dengan baik dan sewajarnya. Membeli apa yang menjadi kebutuhan
bukan hanya mengikuti kemauan saja.
Kedua, selektif
dalam memilih tempat tongkrongan. Hal ini juga menjadi poin penting yang sangat
berpengaruh pada gaya hidup setiap orang. Tak jarang, kita melihat ketika
seseorang pulang dari tempat pergaulan biasa membawa kebiasaan-kebiasaan baru.
Semoga dari
paparan di atas dapat menjadi pelajaran dan menjadikan kita mawas diri.
Sehingga kita semua dapat menyambut apa yang menjadi perbincangan hangat para
elite politik saat ini, yaitu bonus demografi di masa keemasan Indonesia tahun
2045. Karena pemuda hari ini yang berjuang dalam berbagai tantangan zaman akan
menjadi penentu arah bangsa di masa keemasan bangsa ini.




Comments
Post a Comment