Memahami Mazhab; Panduan bagi Orang Awam dalam Mengenal Aliran Pemikiran Hukum Islam
Oleh: Ahmad Faqih Al-Fadhli
Sebelum membahas inti
permasalahan secara terperinci, sebaiknya kita mengetahui apa itu mazhab
terlebih dahulu. Mazhab berasal dari Bahasa Arab yang secara harfiah berarti
jalan atau metode. Mazhab dalam terminologi fikih adalah pendapat para imam
dalam perkara hukum yang ditetapkan melalui ijtihad. Mazhab diartikan pula
sebagai pendekatan atau aliran pemikiran tertentu terhadap pemahaman dan
pelaksanaan ajaran Islam.
Mazhab mengacu pada suatu aliran
atau pandangan yang memiliki interpretasi khusus terhadap hukum-hukum syariah
dan praktek-praktek keagamaan. Setiap mazhab memiliki pendiri atau tokoh utama
yang mengembangkan interpretasi hukum Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
serta metode-metode tertentu dalam ijtihad. Setiap mazhab juga memiliki
perbedaan dalam hal metode ijtihad dan pendekatan terhadap masalah-masalah
hukum yang kompleks.
Adanya berjibun permasalahan
kompleks menyebabkan mazhab berbeda-beda. Bukan berarti perbedaan itu tidak
baik, akan tetapi perbedaan itulah yang saling memenuhi dan melengkapi apa yang
umat butuhkan.
Berhubungan dengan hal itu,
perbedaan tersebut seringkali menjadi pertanyan orang awam yang menjadikannya
bimbang terhadap Islam itu sendiri. Sehingga kami dari kru BAIT melakukan
wawancara kepada salah satu Penasehat FK-Baiquni sekaligus guru kami Ustaz Dr.
Mahkamah Mahdi, Lc., MA. Yang akan dipaparkan dalam tulisan ini.
Seputar Tentang Orang Awam
Dr. Mahkamah menjelaskan bahwa
dalam Ushul Fiqh orang-orang terbagi menjadi tiga tingkatan; mulai dari
orang awam, pelajar, hingga mujtahid. Yang dimaksud dengan orang awam dalam
pandangan syariat adalah individu-individu yang tidak memiliki keahlian atau
pengetahuan mendalam dalam bidang agama. Senada dengan itu, Dr. Mahkamah juga
menerangkan bahwa orang awam belum belajar bagaimana memahami logika para ulama.
Sehingga, golongan orang awam ini mempunyai mazhab tersendirinya.
“Seperti yang dikatakan
ulama-ulama kita, bahwa mazhab seorang awam ialah mazhab Mufti,” ungkap Beliau.
Mazhab Mufti merupakan seorang mujtahid yang memberikan jawaban terhadap
pertanyaan orang awam. Apabila orang awam bertanya kepada orang yang mengikuti
Mazhab Maliki, maka jawaban yang ia dapat adalah jawaban pengikut Mazhab Maliki.
Orang yang dibolehkan taklid
sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Syirazi dalam kitabnya Al-Luma’
adalah orang awam yang tidak mengetahui metode pengambilan hukum syarak.
Kebolehan taklid bagi orang awam terdapat dalam surah Al-Anbiya’ ayat tujuh:
فَاسْأَلوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ
كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada ahli
ilmu jika kalian tidak mengetahui”
Sekiranya kita melarang siapapun
untuk bertaklid, maka semua orang wajib mendalami ilmu agama secara intensif
untuk memenuhi syarat ijtihad. Jika demikian, maka kehidupan menjadi tidak
teratur karena semua orang tersibukkan dengan hanya satu hal.
Mengapa Terjadi Perbedaan
Mazhab?
Perbedaan mazhab seringkali
menjadi pertanyaan di kalangan orang awam, sehingga membuatnya sampai pada
keraguan akan Islam. Islam merupakan agama yang pasti dalam konteks Ushul
ad-Din (Akidah). Namun, terdapat fleksibilitas dalam agama yaitu pada
konteks Furu’iyyah (Cabang). Dan pembahasan mazhab ini berada dalam
konteks furu’i (fleksibel), apakah perbedaan mazhab ini akan
menjadi perpecahan umat?
Perbedaan mazhab terjadi karena
adanya beberapa faktor. Diambil dari perkataan beliau, bahwasanya perbedaan
mazhab ini berangkat dari karakteristik hukum itu sendiri. Allah SWT dengan
hikmah-Nya yang tak terbatas merancang teks-teks syariah yang diantaranya ada
yang jelas (Qath’i), ada juga teks yang multi tafsir (Dzhanni).
Dari hal itu pun, Dr. Mahkamah
memberikan sebuah contoh, “Sahabat-sahabat Rasulullah SAW. ketika mendapat
perintah dari Nabi Muhammad Saw. untuk datang ke Bani Quraizhah
لا يصلين أحدكم العصر إلا في بني
قريظة
“Jangan ada yang shalat asar
kecuali di Bani Quraizhah.” HR. Imam Bukhari
Jadi, ketika sahabat berangkat ke
Bani Quraizhah, pada saat ditengah jalan waktu Asar sudah masuk. Disinilah mereka berbeda, Para sahabat
terbagi menjadi dua kelompok dalam memahami hadis ini.
Kelompok pertama mengatakan
bahwasanya salat Asar dilaksanakan pada saat sahabat sementara di tengah
perjalanan, dikarenakan waktu Asar telah masuk. Sedangkan kelompok kedua
memahami secara tekstual bahwasanya perintah Nabi Saw sudah sangat jelas salat
asar dilaksanakan ketika sahabat telah sampai di Bani Quraizhah.
Karakteristik hukum inilah yang menjadi salah satu faktor terjadinya perbedaan
mazhab. Sehingga menyebabkan sebuah dinamika perbedaan dalam pengambilan
keputusan hukum.
Tidak hanya itu, metode ijtihad
pun menjadi salah satu faktor terjadinya perbedaan mazhab. Hal ini disebabkan
karena setiap mazhab memiliki metode ijtihad yang berbeda-beda, yang dapat
menghasilkan perbedaan dalam pengembangan terhadap masalah-masalah hukum yang
kompleks.
Ibnu Mas’ud merupakan salah satu
sahabat Rasulullah Saw yang dianggap sebagai salah satu sumber pemikiran dalam
Mazhab Hanafi. “Ibnu Mas’ud melihat pergerakan Rasulullah Saw ketika ia salat,
Rasulullah itu hanya mengangkat tangan dalam Takbiratul Ihram saja, itu
yang diikuti misalnya Mazhab Hanafi. Sementara kita mengikuti riwayat lain
bahwasanya Rasulullah Saw itu tidak hanya mengangkat tangannya pada Takbiratul
ihram saja,” contoh Ibnu Mas’ud ini yang Dr. Mahkamah berikan sebagai
faktor perbedaan mazhab dikarenakan metode ijtihad yang berbeda.
Sebagaimana hasil wawancara di
atas, perbedaan mazhab ini sudah menjadi hal yang lazim karena sudah ada di
masa sahabat, dan yang menjadi perhatian ialah Nabi Muhammad Saw tidak
menyalahkan sahabat atas perbedaan itu. Nabi Saw bersabda ketika sahabat
berbeda pendapat,
فذكر للنبي صلى الله عليه و سلم فلم
يعنف واحد منهم
“Perbedaan itu disebutkan kepada
Nabi Muhammad Saw dan Beliau tidak menegur satu pun dari sahabat.” HR. Imam
Bukhari
Beberapa masa setelah wafatnya
Nabi Saw, banyak mazhab mulai bermunculan yang tersebar luas di berbagai
penjuru dunia, para pendiri mazhab serta pengikutnya tidak bisa saling
menyalahkan, karena segala interpretasi darinya ini ialah perkara yang Dzhanni
dan masing-masing memiliki landasan yang kuat terhadap argumennya.
Bagi orang awam seharusnya
mengetahui bahwasanya perbedaan mazhab ini berada pada konteks Furu’iyyah
(Cabang) dan bukan merupakan konteks Ushul ad-Din (Akidah). Sehingga
tidak ada lagi pertanyaan yang muncul bahwa “Islam ini adalah hal yang pasti,
mengapa di dalamnya terdapat perbedaan mazhab?” Perbedaan mazhab inilah yang
menjadi corak keislaman sehingga dapat melengkapi apa yang umat butuhkan dalam
penerapannya di kehidupan sehari-hari
Editor : Andi Tenri




Comments
Post a Comment