Memahami Mazhab; Panduan bagi Orang Awam dalam Mengenal Aliran Pemikiran Hukum Islam

 

Gambar 8.9 (Source: Pinterest)

Oleh: Ahmad Faqih Al-Fadhli

Sebelum membahas inti permasalahan secara terperinci, sebaiknya kita mengetahui apa itu mazhab terlebih dahulu. Mazhab berasal dari Bahasa Arab yang secara harfiah berarti jalan atau metode. Mazhab dalam terminologi fikih adalah pendapat para imam dalam perkara hukum yang ditetapkan melalui ijtihad. Mazhab diartikan pula sebagai pendekatan atau aliran pemikiran tertentu terhadap pemahaman dan pelaksanaan ajaran Islam.

Mazhab mengacu pada suatu aliran atau pandangan yang memiliki interpretasi khusus terhadap hukum-hukum syariah dan praktek-praktek keagamaan. Setiap mazhab memiliki pendiri atau tokoh utama yang mengembangkan interpretasi hukum Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis serta metode-metode tertentu dalam ijtihad. Setiap mazhab juga memiliki perbedaan dalam hal metode ijtihad dan pendekatan terhadap masalah-masalah hukum yang kompleks.

Adanya berjibun permasalahan kompleks menyebabkan mazhab berbeda-beda. Bukan berarti perbedaan itu tidak baik, akan tetapi perbedaan itulah yang saling memenuhi dan melengkapi apa yang umat butuhkan.

Berhubungan dengan hal itu, perbedaan tersebut seringkali menjadi pertanyan orang awam yang menjadikannya bimbang terhadap Islam itu sendiri. Sehingga kami dari kru BAIT melakukan wawancara kepada salah satu Penasehat FK-Baiquni sekaligus guru kami Ustaz Dr. Mahkamah Mahdi, Lc., MA. Yang akan dipaparkan dalam tulisan ini.

Seputar Tentang Orang Awam

Dr. Mahkamah menjelaskan bahwa dalam Ushul Fiqh orang-orang terbagi menjadi tiga tingkatan; mulai dari orang awam, pelajar, hingga mujtahid. Yang dimaksud dengan orang awam dalam pandangan syariat adalah individu-individu yang tidak memiliki keahlian atau pengetahuan mendalam dalam bidang agama. Senada dengan itu, Dr. Mahkamah juga menerangkan bahwa orang awam belum belajar bagaimana memahami logika para ulama. Sehingga, golongan orang awam ini mempunyai mazhab tersendirinya.

“Seperti yang dikatakan ulama-ulama kita, bahwa mazhab seorang awam ialah mazhab Mufti,” ungkap Beliau. Mazhab Mufti merupakan seorang mujtahid yang memberikan jawaban terhadap pertanyaan orang awam. Apabila orang awam bertanya kepada orang yang mengikuti Mazhab Maliki, maka jawaban yang ia dapat adalah jawaban pengikut Mazhab Maliki.

Orang yang dibolehkan taklid sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Syirazi dalam kitabnya Al-Luma’ adalah orang awam yang tidak mengetahui metode pengambilan hukum syarak.  Kebolehan taklid bagi orang awam terdapat dalam surah Al-Anbiya’ ayat tujuh:

فَاسْأَلوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

Maka bertanyalah kepada ahli ilmu jika kalian tidak mengetahui”

Sekiranya kita melarang siapapun untuk bertaklid, maka semua orang wajib mendalami ilmu agama secara intensif untuk memenuhi syarat ijtihad. Jika demikian, maka kehidupan menjadi tidak teratur karena semua orang tersibukkan dengan hanya satu hal.

Mengapa Terjadi Perbedaan Mazhab?

Perbedaan mazhab seringkali menjadi pertanyaan di kalangan orang awam, sehingga membuatnya sampai pada keraguan akan Islam. Islam merupakan agama yang pasti dalam konteks Ushul ad-Din (Akidah). Namun, terdapat fleksibilitas dalam agama yaitu pada konteks Furu’iyyah (Cabang). Dan pembahasan mazhab ini berada dalam konteks furu’i (fleksibel), apakah perbedaan mazhab ini akan menjadi perpecahan umat?

Perbedaan mazhab terjadi karena adanya beberapa faktor. Diambil dari perkataan beliau, bahwasanya perbedaan mazhab ini berangkat dari karakteristik hukum itu sendiri. Allah SWT dengan hikmah-Nya yang tak terbatas merancang teks-teks syariah yang diantaranya ada yang jelas (Qath’i), ada juga teks yang multi tafsir (Dzhanni).

Dari hal itu pun, Dr. Mahkamah memberikan sebuah contoh, “Sahabat-sahabat Rasulullah SAW. ketika mendapat perintah dari Nabi Muhammad Saw. untuk datang ke Bani Quraizhah

لا يصلين أحدكم العصر إلا في بني قريظة

“Jangan ada yang shalat asar kecuali di Bani Quraizhah.” HR. Imam Bukhari

 

Jadi, ketika sahabat berangkat ke Bani Quraizhah, pada saat ditengah jalan waktu Asar sudah masuk.  Disinilah mereka berbeda, Para sahabat terbagi menjadi dua kelompok dalam memahami hadis ini.

Kelompok pertama mengatakan bahwasanya salat Asar dilaksanakan pada saat sahabat sementara di tengah perjalanan, dikarenakan waktu Asar telah masuk. Sedangkan kelompok kedua memahami secara tekstual bahwasanya perintah Nabi Saw sudah sangat jelas salat asar dilaksanakan ketika sahabat telah sampai di Bani Quraizhah. Karakteristik hukum inilah yang menjadi salah satu faktor terjadinya perbedaan mazhab. Sehingga menyebabkan sebuah dinamika perbedaan dalam pengambilan keputusan hukum.

Tidak hanya itu, metode ijtihad pun menjadi salah satu faktor terjadinya perbedaan mazhab. Hal ini disebabkan karena setiap mazhab memiliki metode ijtihad yang berbeda-beda, yang dapat menghasilkan perbedaan dalam pengembangan terhadap masalah-masalah hukum yang kompleks.

Ibnu Mas’ud merupakan salah satu sahabat Rasulullah Saw yang dianggap sebagai salah satu sumber pemikiran dalam Mazhab Hanafi. “Ibnu Mas’ud melihat pergerakan Rasulullah Saw ketika ia salat, Rasulullah itu hanya mengangkat tangan dalam Takbiratul Ihram saja, itu yang diikuti misalnya Mazhab Hanafi. Sementara kita mengikuti riwayat lain bahwasanya Rasulullah Saw itu tidak hanya mengangkat tangannya pada Takbiratul ihram saja,” contoh Ibnu Mas’ud ini yang Dr. Mahkamah berikan sebagai faktor perbedaan mazhab dikarenakan metode ijtihad yang berbeda.

Sebagaimana hasil wawancara di atas, perbedaan mazhab ini sudah menjadi hal yang lazim karena sudah ada di masa sahabat, dan yang menjadi perhatian ialah Nabi Muhammad Saw tidak menyalahkan sahabat atas perbedaan itu. Nabi Saw bersabda ketika sahabat berbeda pendapat,

فذكر للنبي صلى الله عليه و سلم فلم يعنف واحد منهم

“Perbedaan itu disebutkan kepada Nabi Muhammad Saw dan Beliau tidak menegur satu pun dari sahabat.” HR. Imam Bukhari

Beberapa masa setelah wafatnya Nabi Saw, banyak mazhab mulai bermunculan yang tersebar luas di berbagai penjuru dunia, para pendiri mazhab serta pengikutnya tidak bisa saling menyalahkan, karena segala interpretasi darinya ini ialah perkara yang Dzhanni dan masing-masing  memiliki landasan yang kuat terhadap argumennya.

Bagi orang awam seharusnya mengetahui bahwasanya perbedaan mazhab ini berada pada konteks Furu’iyyah (Cabang) dan bukan merupakan konteks Ushul ad-Din (Akidah). Sehingga tidak ada lagi pertanyaan yang muncul bahwa “Islam ini adalah hal yang pasti, mengapa di dalamnya terdapat perbedaan mazhab?” Perbedaan mazhab inilah yang menjadi corak keislaman sehingga dapat melengkapi apa yang umat butuhkan dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari


Editor : Andi Tenri

 

 

Comments