Menguak Rahasia di Balik Huruf Muqatta'ah

Gambar 9.5 (Source: Pexels)

Oleh: Ilham Nur

Al-Quran merupakan kalam Allah Swt yang diturunkan sebagai petunjuk kepada seluruh umat manusia. Ialah kitab yang masih terjaga keabsahannya sejak 1400 tahun yang lalu. Al-Quran juga menjadi sumber dari segala ilmu pengetahuan karena mengandung berbagai informasi yang terbukti kebenarannya hingga saat ini.

Al-Quran memiliki banyak keistimewaan bagaikan luas samudra tanpa tepi yang terpelihara di dalamnya mutiara dan permata, salah satunya dapat dijumpai pada gaya bahasanya. Di setiap rentetan kata ataupun kalimat yang terletak di dalam Al-Quran tentunya memiliki rahasia dan makna yang akan membuat pembacanya menjadi takjub akan keindahannya. Keajaiban yang terdapat didalam Al-Quran yang tak boleh terlewatkan ialah huruf muqatta’ah yang hingga saat ini ditafsirkan dengan berbagai varian penafsiran.

Terkait pemaknaan terhadap Huruf muqatta’ah merupakan salah satu pembahasan yang nampaknya sangat menarik banyak ahli dari segala bidang ilmu untuk ikut mengkaji, sebab banyak pertanyaan yang timbul di kalangan masyarakat mengenai rahasia dibaliknya. Tentu kita sebagai umat muslim yang senantiasa berinteraksi dengan Al-Quran, seharusnya dan bahkan telah menjadi kewajiban kita untuk mampu memahami isi dan makna yang terkandung di dalam Al-Quran itu sendiri. Sebagai umat yang berfikir tentu kita bertanya tanya, apakah makna yang sebenarnya di balik huruf muqatta’ah itu? Dan mengapa cara membacanya pun berbeda dengan cara baca pada umumnya? Apakah Allah memiliki maksud di balik itu semua?

Ada banyak penafsiran dari para ulama klasik hingga ulama kontemporer yang menjelaskan berbagai pandangan mereka terhadap pemaknaan huruf muqatta’ah. Bahkan banyak dari kalangan para orientalis yang juga tertarik untuk mengemukakan pendapatnya terkait dengan masalah ini.

Prof. Dr. Hasan Watd, seorang pengajar dan kepala jurusan tafsir dan ulumul quran fakultas dirasat ulya di Universitas Al Azhar Cairo di pertengahan majelisnya, beliau mengatakan bahwa “ الم “ pada awal surah al baqarah terjadi khilaf (perbedaan) yang sangat besar terhadap pemaknaannya. Ada yang mengatakan kata itu memiliki makna, bahkan ada juga yang mengatakan tidak memiliki makna sama sekali dan lain sebagainya.

Badiuzzaman Said Nursi juga turut berkomentar bahwa huruf muqatta’ah merupakan kode ilahi yang tersirat penuh kerahasiaan antara Nabi Muhammad Saw sebagai penerima wahyu dengan Allah Swt yang menurunkan Al-Quran yang penuh hikmah.

Di dalam kitab Al-Muharrar Al-Wajiz karangan Ibn Athiyah, disebutkan bahwa setidaknya ada dua garis besar perbedaan ulama terkait makna huruf muqatta’ah, diantaranya; dari kalangan muhaddits seperti Sufyan As-Tsauri dan Asy-sya’bi Amir Ibn Syarahil mengatakan, “Huruf muqatta’ah merupakan rahasia Allah Swt di dalam Al-Quran, dan termasuk di antara ayat mutasyabihat di mana hanya Allah Swt yang mengetahui maknanya. Dan tidak diwajibkan bagi kita untuk mempertanyakannya, akan tetapi cukup dengan mengimaninya saja sebagaimana mestinya.”

Kemudian pendapat ini dibantah oleh jumhur yang mengatakan, “Justru seharusnya wajib bagi kita untuk menaruh perhatian terhadapnya dan berusaha mencari faidah-faidah serta makna-makna yang terkandung didalamnya.” Sehingga atas dasar inilah yang nantinya memunculkan berbagai varian penafsiran terhadap huruf muqatta’ah. Di dalam kitab Tafsir Ibn Jauzi (597 H), beliau menyebutkan beberapa pendapat yang masyhur di kalangan para ulama, diantaranya;

·       Bahwasanya huruf muqattaah merupakan di antara ayat mutasyabih yang di mana tidak ada yang mengetahui maknanya kecuali Allah Swt. Abu bakar Ash-siddiq berkata: “Bagi Allah di setiap kitabnya itu memiliki sir (rahasia), dan rahasia Allah di dalam Al-Quran ialah permulaan surah (huruf muqatta’ah).” Pendapat ini dianut oleh Abu shalih, Ibn Zaid, dan Sya’bi.

·       Bahwasanya huruf-huruf tersebut merupakan simbol dari Asma Allah, maka ketika huruf muqatta’ah itu diuraikan maka nampaklah nama-nama Allah yang agung. Ali bin Abi Thalib berkata: “Jika seandainya manusia mengetahui susunan huruf muqatta’ah, maka mereka akan mengetahui nama Allah yang apabila kita berdoa dengannya maka Allah akan mengabulkannya.” Contohnya ketika Ibnu Abbas ditanya soal "الر" و "حم" و "نون" maka beliau menjawab: " اسم الرحمن " (nama Allah yang maha pengasih).

·       Huruf muqatta’ah merupakan nama bagi surah. Ini diriwayatkan dari Zaid bin Aslam.

·       Bahwasanya ia merupakan simbol atau tanda yang digunakan oleh orang arab dalam kalamnya. Contoh; kalimat " هل تا؟ " yang dimaksud ialah " هل تأتي؟ " maka orang arab mencukupkannya dengan huruf sebagai simbol pada ucapannya.

Selain dari pendapat di atas, ada beberapa pandangan dari kalangan orientalis yang juga sangat menarik perhatian atas penafsirannya. Seperti Theodore Noldeke melalui bukunya yang berjudul Geschichte des Qorans tahun 1860 atau yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa arab tahun 1909 dengan judul Tarikh Al-Quran, mengemukakan gagasannya terkait makna huruf muqattaah dalam Al-Quran. Menurutnya, huruf tersebut merupakan tanda yang diberikan oleh Zaid ibn Tsabith terhadap mushaf yang diserahkan kepadanya dari banyak sahabat, kerena teramat banyak mushaf yang dikumpulkan dan akibat kebingungannya, maka ia memberi tanda dengan huruf-huruf tersebut. Dan bahkan Noldeke mengemukakan gagasan lainnya bahwa huruf muqatta’ah itu tidak lain adalah kode dari nama para sahabat.

Pandangan Noldeke sebetulnya merupakan gagasan yang sangat menarik, hanya saja yang menjadi problematik ialah, saat Noldeke menyandarkan huruf muqatta’ah bagian dari intervensi sahabat Zaid ibn Tsabith. Sehingga asumsi ini menunjukkah bahwa di dalam Al-Quran terdapat ayat yang tidak berasal dari Allah Swt. Dan ini merupakan konsekuensi yang sangat fatal daripada gagasannya.

Berdasarkan gagasan tersebut, syekh Muhammad Abu Lailah turut mengomentari argumentasi Noldeke yang mengatakan adanya kebingungan Zaid dalam memilah banyaknya mushaf dari sahabat. Tentu ini bertentangan dengan Sejarah. Sebab dalam kodifikasi Al-Quran yang dilakukan Zaid, beliau tidak akan menerima mushaf kecuali kebenarannya disaksikan oleh dua saksi. Selain itu, jika benar huruf muqatta’ah sebagai inisial daripada nama sahabat, lantas mengapa ia menyebutkan nama sahabat yang tidak dikenal sebagai periwayat Al-Quran? Seperti Sa’ad ibn Abi Waqas, Qasim ibn Rabiah, dan al-Mughirah. Kemudian ada bnyak kejanggalan dalam penyebutan jenis simbol, ketika sahabat lain dimulai dengan awalan sebagai nama depannya seperti huruf س) ( untuk Sa’ad ibn Abi Waqas, dan huruf (ع) untuk sahabat Ali dan Umar dst. Lalu mengapa kemudian huruf (ر) menjadi inisial dari Zubair, mengapa tidak dengan huruf (ز)? Juga mengapa huruf (ل) dinisbahkan kepada Talhah?

Asumsi Noldeke terlihat memaksakan dan mengada-ada, selain itu juga tidak didukung oleh riwayat yang otoritatif dan terkesan seperti hanya sebuah pemikiran yang dibuat-buat untuk menghilangkan nilai autentisitas terhadap Al-Quran.

Berbeda dengan Noldeke, James A. Bellamy memiliki sudut pandang lain. Terlihat dari pemikirannya, ia terinspirasi dari sejumlah ulama muslim klasik dalam mengemukakan gagasannya. Seperti Ibn Jarir al-Thabari yang mana ketika beberapa huruf muqatta’ah dirangkaikan, misalnya الم – المر – الر – ن – حم  akan membentuk sebuah kalimat الرحمن  atau الرحيم. Sehingga dari pandangan ini, Bellamy mengembangkan daya analisisnya. Menurutnya, semua huruf muqatta’ah yang ada dalam Al-Quran itu merujuk kepada lafaz basmalah secara sempurna yang menjadi pemisah atau permulaan surah.

Dari sekian banyaknya orientalis, pandangan Bellamy menjadi gagasan cukup dipertimbangkan, walaupun tidak bisa diterima secara mutlak. Sebab, banyak dari kalangan ulama yang memiliki pandangan yang semisal. Yakni pandangan bahwa huruf muqatta’ah sebagai sebuah rangka. Hanya saja tidak sebagai rangka pada lafaz basmalah, akan tetapi sebagai akronim (singkatan) dari lafaz lain. Karena jika seandainya dulu para sahabat sepakat bahwa huruf muqatta’ah sebagai rangka dari lafaz basmalah, lantas mengapa setiap surah yang diawali oleh huruf muqatta’ah tetap ditulisakan lafaz basmalah? Maka ini kurang tepat dan agak rancu.

Selain daripada itu, salah satu ulama kontemporer yaitu Syekh Ali Jum’ah menukil pandangan dari Abdullah Ibn Abbas, bahwa huruf muqatta’ah adalah sebuah akronim. Kata الم misalnya, huruf ” ا merujuk pada lafdzul jalalah, sementara huruf ” ل “ merujuk pada malaikat Jibril, dan huruf ” م” merujuk pada Nabi Muhammad Saw. Singkatnya, kata الم bermaksud bahwa Allah telah menurunkan Al-Quran melalui perantara malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw.

Pada akhirnya, dari sekian banyaknya pendapat yang telah diutarakan, ada sebuah fakta yang sangat menarik, yaitu setiap lafaz ayat yang terletak setelah huruf muqatta’ah, maknanya menunjuk kepada Al-Quran itu sendiri. Sehingga mengisyaratkan bahwa huruf muqatta’ah ini merupakan salah satu di antara kemukjizatan Al-Quran. Meskipun demikian, para ulama telah menyerahkan maknanya kepada Allah sebab hanya Allah yang mengetahui makna dan hakikat dari huruf muqatta’ah

Bahkan syekh Ali Jum’ah di dalam kitab tafsirnya Al-Nibras bercerita bahwa syekh Muhammad Rasyid rahimahullah yang merupakan guru besar tafsir di Al-Azhar, dulu di dalam majelisnya ketika ditanya tentang makna huruf muqatta’ah oleh muridnya beliau menjawab, “Apakah kalian mau aku membahasnya dalam satu majelis, satu pekan, satu bulan atau satu tahun?” Dengan perasaan terkejut semua muridnya sepakat untuk dijelaskan selama sebulan untuk membahas huruf حم saja. Di dalam majelisnya tersebut, beliau menafsirkan hingga 57 tafsiran terhadap حم. Setelah sebulan berlalu, diakhir majelisnya Syekh Muhammad Rasyid rahimahullah berkata kepada murid-muridnya, “Ketahuilah bahwa setiap huruf حم di dalam Al-Quran - yang jumlahnya ada tujuh - masing-masing memiliki penafsiran yang berbeda, di luar dari 57 penafsiran yang sudah saya jelaskan sebelumnya.” Seolah ingin mengatakan bahwa pembahasan ini tidak akan ada habisnya.

Sebagai kesimpulan, pemaknaan terhadap huruf muqatta’ah melahirkan pandangan serta gagasan yang sangat banyak, mulai dari pendapat yang menyimpang hingga pendapat yang dapat diperhitungkan. Jika kita melihat dari sudut pandang para orientalis maka kita akan mendapatkan gagasan mereka yang seakan-akan ingin mencari celah kelemahan terhadap Al-Quran dan ingin menjatuhkan nilai autentisitasnya. Berbeda dengan cendikiawan islam yang berusaha menggali hikmah yang terkandung di dalam huruf muqatta’ah.

Varian penafsiran di kalangan para ulama terhadap huruf muqatta’ah justru menjadi sebuah keajaiban akan kemukjizatan Al-Quran itu sendiri serta menjadi dalil bahwa Al-Quran itu penuh dengan hikmah. Dengan begitu, para ulama telah menyerahkan makna dan hakikat yang terdapat pada huruf muqatta’ah kepada Allah Swt, karena sesungguhnya setiap ayat di dalam Al-Quran itu memiliki makna, hanya saja ada yang terungkap dan ada yang tersirat, namun tidak berarti bahwa yang tersirat tersebut tidak memiliki makna sama sekali, akan tetapi itu menjadi ruang bagi kita untuk berfikir sebagai hamba yang disifati oleh Allah dengan ulul al-bab (yang berfikir), serta menjadi tolak ukur keimanan kita terhadap apa yang datang dari Allah Swt yaitu Al-Quran.



Editor: Andi Tenri


Comments