Menguak Rahasia di Balik Huruf Muqatta'ah
Oleh: Ilham Nur
Al-Quran
merupakan kalam Allah Swt yang diturunkan sebagai petunjuk kepada seluruh umat
manusia. Ialah kitab yang masih terjaga keabsahannya sejak 1400 tahun yang
lalu. Al-Quran juga menjadi sumber dari segala ilmu pengetahuan karena
mengandung berbagai informasi yang terbukti kebenarannya hingga saat ini.
Al-Quran
memiliki banyak keistimewaan bagaikan luas samudra tanpa tepi yang terpelihara
di dalamnya mutiara dan permata, salah satunya dapat dijumpai pada gaya
bahasanya. Di setiap rentetan kata ataupun kalimat yang terletak di dalam Al-Quran
tentunya memiliki rahasia dan makna yang akan membuat pembacanya menjadi takjub
akan keindahannya. Keajaiban yang terdapat didalam Al-Quran yang tak boleh
terlewatkan ialah huruf muqatta’ah yang hingga saat ini ditafsirkan dengan
berbagai varian penafsiran.
Terkait
pemaknaan terhadap Huruf muqatta’ah merupakan salah satu pembahasan yang nampaknya
sangat menarik banyak ahli dari segala bidang ilmu untuk ikut mengkaji, sebab
banyak pertanyaan yang timbul di kalangan masyarakat mengenai rahasia
dibaliknya. Tentu kita sebagai umat muslim yang senantiasa berinteraksi dengan
Al-Quran, seharusnya dan bahkan telah menjadi kewajiban kita untuk mampu memahami
isi dan makna yang terkandung di dalam Al-Quran itu sendiri. Sebagai umat yang
berfikir tentu kita bertanya tanya, apakah makna yang sebenarnya di balik huruf
muqatta’ah itu? Dan mengapa cara membacanya pun berbeda dengan cara baca pada
umumnya? Apakah Allah memiliki maksud di balik itu semua?
Ada banyak
penafsiran dari para ulama klasik hingga ulama kontemporer yang menjelaskan
berbagai pandangan mereka terhadap pemaknaan huruf muqatta’ah. Bahkan banyak
dari kalangan para orientalis yang juga tertarik untuk mengemukakan pendapatnya
terkait dengan masalah ini.
Prof. Dr. Hasan
Watd, seorang pengajar dan kepala jurusan tafsir dan ulumul quran fakultas
dirasat ulya di Universitas Al Azhar Cairo di pertengahan majelisnya, beliau
mengatakan bahwa “ الم “
pada awal surah al baqarah terjadi khilaf (perbedaan) yang sangat besar
terhadap pemaknaannya. Ada yang mengatakan kata itu memiliki makna, bahkan ada
juga yang mengatakan tidak memiliki makna sama sekali dan lain sebagainya.
Badiuzzaman
Said Nursi juga turut berkomentar bahwa huruf muqatta’ah merupakan kode ilahi
yang tersirat penuh kerahasiaan antara Nabi Muhammad Saw sebagai penerima wahyu
dengan Allah Swt yang menurunkan Al-Quran yang penuh hikmah.
Di dalam kitab Al-Muharrar
Al-Wajiz karangan Ibn Athiyah, disebutkan bahwa setidaknya ada dua garis besar
perbedaan ulama terkait makna huruf muqatta’ah, diantaranya; dari
kalangan muhaddits seperti Sufyan As-Tsauri dan Asy-sya’bi Amir Ibn Syarahil
mengatakan, “Huruf muqatta’ah merupakan rahasia Allah Swt di dalam Al-Quran,
dan termasuk di antara ayat mutasyabihat di mana hanya Allah Swt yang
mengetahui maknanya. Dan tidak diwajibkan bagi kita untuk mempertanyakannya,
akan tetapi cukup dengan mengimaninya saja sebagaimana mestinya.”
Kemudian pendapat
ini dibantah oleh jumhur yang mengatakan, “Justru seharusnya wajib bagi kita
untuk menaruh perhatian terhadapnya dan berusaha mencari faidah-faidah serta
makna-makna yang terkandung didalamnya.” Sehingga atas dasar inilah yang
nantinya memunculkan berbagai varian penafsiran terhadap huruf muqatta’ah.
Di dalam kitab Tafsir Ibn Jauzi (597 H), beliau menyebutkan beberapa pendapat
yang masyhur di kalangan para ulama, diantaranya;
·
Bahwasanya
huruf muqattaah merupakan di antara ayat mutasyabih yang di mana tidak
ada yang mengetahui maknanya kecuali Allah Swt. Abu bakar Ash-siddiq berkata: “Bagi
Allah di setiap kitabnya itu memiliki sir (rahasia), dan rahasia Allah
di dalam Al-Quran ialah permulaan surah (huruf muqatta’ah).” Pendapat
ini dianut oleh Abu shalih, Ibn Zaid, dan Sya’bi.
·
Bahwasanya
huruf-huruf tersebut merupakan simbol dari Asma Allah, maka ketika huruf
muqatta’ah itu diuraikan maka nampaklah nama-nama Allah yang agung. Ali bin
Abi Thalib berkata: “Jika seandainya manusia mengetahui susunan huruf
muqatta’ah, maka mereka akan mengetahui nama Allah yang apabila kita berdoa
dengannya maka Allah akan mengabulkannya.” Contohnya ketika Ibnu Abbas ditanya
soal "الر" و "حم" و
"نون" maka beliau menjawab: " اسم الرحمن
"
(nama Allah yang maha pengasih).
·
Huruf
muqatta’ah merupakan nama bagi surah. Ini
diriwayatkan dari Zaid bin Aslam.
·
Bahwasanya
ia merupakan simbol atau tanda yang digunakan oleh orang arab dalam kalamnya.
Contoh; kalimat " هل تا؟ " yang dimaksud ialah " هل تأتي؟
"
maka orang arab mencukupkannya dengan huruf sebagai simbol pada ucapannya.
Selain dari
pendapat di atas, ada beberapa pandangan dari kalangan orientalis yang juga
sangat menarik perhatian atas penafsirannya. Seperti Theodore Noldeke melalui
bukunya yang berjudul Geschichte des Qorans tahun 1860 atau yang sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa arab tahun 1909 dengan judul Tarikh Al-Quran,
mengemukakan gagasannya terkait makna huruf muqattaah dalam Al-Quran.
Menurutnya, huruf tersebut merupakan tanda yang diberikan oleh Zaid ibn Tsabith
terhadap mushaf yang diserahkan kepadanya dari banyak sahabat, kerena teramat
banyak mushaf yang dikumpulkan dan akibat kebingungannya, maka ia memberi tanda
dengan huruf-huruf tersebut. Dan bahkan Noldeke mengemukakan gagasan lainnya
bahwa huruf muqatta’ah itu tidak lain adalah kode dari nama para
sahabat.
Pandangan
Noldeke sebetulnya merupakan gagasan yang sangat menarik, hanya saja yang
menjadi problematik ialah, saat Noldeke menyandarkan huruf muqatta’ah
bagian dari intervensi sahabat Zaid ibn Tsabith. Sehingga asumsi ini
menunjukkah bahwa di dalam Al-Quran terdapat ayat yang tidak berasal dari Allah
Swt. Dan ini merupakan konsekuensi yang sangat fatal daripada gagasannya.
Berdasarkan
gagasan tersebut, syekh Muhammad Abu Lailah turut mengomentari argumentasi
Noldeke yang mengatakan adanya kebingungan Zaid dalam memilah banyaknya mushaf
dari sahabat. Tentu ini bertentangan dengan Sejarah. Sebab dalam kodifikasi Al-Quran
yang dilakukan Zaid, beliau tidak akan menerima mushaf kecuali kebenarannya
disaksikan oleh dua saksi. Selain itu, jika benar huruf muqatta’ah
sebagai inisial daripada nama sahabat, lantas mengapa ia menyebutkan nama
sahabat yang tidak dikenal sebagai periwayat Al-Quran? Seperti Sa’ad ibn Abi
Waqas, Qasim ibn Rabiah, dan al-Mughirah. Kemudian ada bnyak kejanggalan dalam
penyebutan jenis simbol, ketika sahabat lain dimulai dengan awalan sebagai nama
depannya seperti huruf س) ( untuk Sa’ad ibn Abi Waqas, dan huruf (ع) untuk sahabat Ali
dan Umar dst. Lalu mengapa kemudian huruf (ر) menjadi inisial dari Zubair,
mengapa tidak dengan huruf (ز)?
Juga mengapa huruf (ل)
dinisbahkan kepada Talhah?
Asumsi Noldeke terlihat memaksakan dan mengada-ada,
selain itu juga tidak didukung oleh riwayat yang otoritatif dan terkesan
seperti hanya sebuah pemikiran yang dibuat-buat untuk menghilangkan nilai
autentisitas terhadap Al-Quran.
Berbeda dengan Noldeke, James A. Bellamy memiliki sudut
pandang lain. Terlihat dari pemikirannya, ia terinspirasi dari sejumlah ulama
muslim klasik dalam mengemukakan gagasannya. Seperti Ibn Jarir al-Thabari yang
mana ketika beberapa huruf muqatta’ah dirangkaikan, misalnya الم – المر – الر – ن – حم akan membentuk sebuah kalimat الرحمن atau الرحيم. Sehingga dari pandangan ini, Bellamy mengembangkan daya
analisisnya. Menurutnya, semua huruf muqatta’ah yang ada dalam Al-Quran
itu merujuk kepada lafaz basmalah secara sempurna yang menjadi pemisah atau
permulaan surah.
Dari sekian banyaknya orientalis, pandangan Bellamy
menjadi gagasan cukup dipertimbangkan, walaupun tidak bisa diterima secara
mutlak. Sebab, banyak dari kalangan ulama yang memiliki pandangan yang semisal.
Yakni pandangan bahwa huruf muqatta’ah sebagai sebuah rangka. Hanya saja
tidak sebagai rangka pada lafaz basmalah, akan tetapi sebagai akronim
(singkatan) dari lafaz lain. Karena jika seandainya dulu para sahabat sepakat
bahwa huruf muqatta’ah sebagai rangka dari lafaz basmalah, lantas
mengapa setiap surah yang diawali oleh huruf muqatta’ah tetap
ditulisakan lafaz basmalah? Maka ini kurang tepat dan agak rancu.
Selain daripada itu, salah satu ulama kontemporer yaitu Syekh
Ali Jum’ah menukil pandangan dari Abdullah Ibn Abbas, bahwa huruf muqatta’ah
adalah sebuah akronim. Kata الم misalnya, huruf ” ا ” merujuk pada lafdzul jalalah, sementara huruf ” ل “ merujuk pada malaikat Jibril, dan huruf ” م”
merujuk pada Nabi Muhammad Saw. Singkatnya, kata الم
bermaksud bahwa Allah telah menurunkan Al-Quran melalui perantara malaikat
Jibril kepada Nabi Muhammad Saw.
Pada akhirnya, dari sekian banyaknya pendapat yang telah diutarakan, ada sebuah fakta yang sangat menarik, yaitu setiap lafaz ayat yang terletak setelah huruf muqatta’ah, maknanya menunjuk kepada Al-Quran itu sendiri. Sehingga mengisyaratkan bahwa huruf muqatta’ah ini merupakan salah satu di antara kemukjizatan Al-Quran. Meskipun demikian, para ulama telah menyerahkan maknanya kepada Allah sebab hanya Allah yang mengetahui makna dan hakikat dari huruf muqatta’ah.
Bahkan syekh Ali Jum’ah di dalam
kitab tafsirnya Al-Nibras bercerita bahwa syekh Muhammad Rasyid rahimahullah
yang merupakan guru besar tafsir di Al-Azhar, dulu di dalam majelisnya ketika
ditanya tentang makna huruf muqatta’ah oleh muridnya beliau menjawab, “Apakah
kalian mau aku membahasnya dalam satu majelis, satu pekan, satu bulan atau satu
tahun?” Dengan perasaan terkejut semua muridnya sepakat untuk dijelaskan selama
sebulan untuk membahas huruf حم
saja. Di dalam majelisnya tersebut, beliau menafsirkan hingga 57 tafsiran
terhadap حم.
Setelah sebulan berlalu, diakhir majelisnya Syekh Muhammad Rasyid rahimahullah
berkata kepada murid-muridnya, “Ketahuilah bahwa setiap huruf حم di dalam
Al-Quran - yang jumlahnya ada tujuh - masing-masing memiliki penafsiran yang berbeda, di luar dari 57
penafsiran yang sudah saya jelaskan sebelumnya.” Seolah ingin mengatakan bahwa
pembahasan ini tidak akan ada habisnya.
Sebagai kesimpulan, pemaknaan terhadap huruf
muqatta’ah melahirkan pandangan serta gagasan yang sangat banyak, mulai
dari pendapat yang menyimpang hingga pendapat yang dapat diperhitungkan. Jika
kita melihat dari sudut pandang para orientalis maka kita akan mendapatkan gagasan
mereka yang seakan-akan ingin mencari celah kelemahan terhadap Al-Quran dan
ingin menjatuhkan nilai autentisitasnya. Berbeda dengan cendikiawan islam yang
berusaha menggali hikmah yang terkandung di dalam huruf muqatta’ah.
Varian penafsiran di kalangan para ulama terhadap huruf
muqatta’ah justru menjadi sebuah keajaiban akan kemukjizatan Al-Quran itu
sendiri serta menjadi dalil bahwa Al-Quran itu penuh dengan hikmah. Dengan
begitu, para ulama telah menyerahkan makna dan hakikat yang terdapat pada huruf
muqatta’ah kepada Allah Swt, karena sesungguhnya setiap ayat di dalam Al-Quran
itu memiliki makna, hanya saja ada yang terungkap dan ada yang tersirat, namun
tidak berarti bahwa yang tersirat tersebut tidak memiliki makna sama sekali,
akan tetapi itu menjadi ruang bagi kita untuk berfikir sebagai hamba yang
disifati oleh Allah dengan ulul al-bab (yang berfikir), serta menjadi
tolak ukur keimanan kita terhadap apa yang datang dari Allah Swt yaitu Al-Quran.
Editor: Andi Tenri




Comments
Post a Comment