Perempuan Itu yang Ditutup Auratnya Bukan Akalnya
Oleh: Athiyyah Mufidah
Sebagai perempuan, seharusnya mengetahui tentang segala sesuatu mengenai dirinya. Menguasai dan mengetahui semua hal adalah sesuatu yang mustahil untuk dilakukan, tetapi setidaknya mampu untuk mempertanyakan dan mengetahui solusi dari permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Termasuk darah haid dan segala masalah dan dilema yang muncul darinya, seharusnya pun sudah tak asing lagi bagi perempuan, sejak itu menjadi bagian dan fitrah dari diri mereka.
Pada waktu-waktu tertentu di setiap bulannya darah ini akan keluar kecuali di beberapa keadaan yang mencegah siklus ini terjadi. Dalam pembahasan dan pembelajaran tentang darah haid ini, akan selalu dijumpai beberapa masalah yang dialami perempuan, salah satunya adalah keambiguan dalam membedakan antara darah haid dan darah lainnya. Hal ini merupakan perkara yang harus dipahami dan diketahui bagi setiap perempuan, karena berbagai pelaksanaan ibadah dan kewajiban sebagai seorang muslim bergantung pada siklus ini.
Untuk mengetahui hal tersebut, perlu
untuk memahami terlebih dahulu darah apa saja yang keluar pada wanita, guna memudahkan
dalam membedakan darah haid dan darah lainnya. Diantaranya; darah nifas, darah
haid dan istihadah. Darah nifas keluar setelah wanita melahirkan dengan jangka
waktu paling lama 60 hari. Adapun darah haid merupakan darah tabiat atau darah
kebiasaan yang keluar pada wanita setelah menginjak umur balig. Sedangkan darah
istihadah adalah darah yang keluar pada selain waktu haid dan nifas. Baik
sebelum balig maupun setelahnya.
Adapun umur minimal balignya seorang
perempuan, ulama telah sepakat bahwa minimal 9 tahun. Namun yang menjadi perbedaan
diantara mereka, kapan wanita itu terhitung berumur 9 tahun? Dalam hal ini, ulama
berbeda ke dalam tiga pendapat. Pertama, dikatakan wanita itu berumur sembilan
tahun ketika tepat di hari kelahirannya yang ke-9. Kedua, ketika masuk 6
bulan di tahun kelahirannya yang ke-9. Ketiga, cukup diketahui jika ia
berumur 9 di tahun itu. Oleh karenanya, ketika keluar darah pada wanita sebelum
waktu yang ditentukan oleh para ulama, maka darah itu termasuk darah istihadah.
Adapun dalam mazhab Syafi’i, batas
umur 9 tahun sebagai perkiraan saja (taqriybiyyah) bukan batas yang
pasti (tahdidiyyah) selama tidak melewati 16 hari menuju umurnya yang ke-9
tahun. Misalnya, jika keluar darah pada seorang perempuan di hari ke-10 menuju
hari lahirnya yang ke-9, maka sudah terhitung haid jika memenuhi syarat darah
haid. Dan apabila keluar darah pada
seorang perempuan di umur 8 tahun 11 bulan (satu bulan menuju hari lahirnya ke-9)
maka tidak dihukumi sebagai darah haid melainkan darah istihadah karena sudah
keluar dari ukuran taqriybiyyah menurut mazhab ini.
Adapun batasan hari darah itu keluar, para imam mazhab berbeda
mengenai hal ini. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa dikatakan darah haid jika
darah itu keluar paling sedikit 3 hari, dan paling banyak 10 hari. Imam Malik
berpendapat darah haid keluar paling banyak 15 hari. Sedangkan Imam Syafi’i
berpendapat paling sedikitnya sehari semalam dan paling banyaknya 15 hari. Apabila
darah itu keluar diluar waktu tersebut, maka darah itu juga dihukumi sebagai
istihadah dan tetap wajib menunaikan sholat dan ibadah lainnya.
Contoh kasusnya, jika keluar darah
pada seorang perempuan selama 10 jam dan ia berpegang pada mazhab Imam Syafi’i,
maka darahnya itu dihukumi darah istihadah dan wajib meng-qadha salat yang
ditinggalkannya. Dan apabila darah itu hanya keluar selama 2 hari, maka
dihukumi sebagai darah haid karena telah melewati batas minimal yang telah
ditentukan.
Adapun salah satu yang sering dialami
oleh perempuan juga, ketika ia melihat darah dalam sehari dan sehari lagi suci
kemudian melihat lagi darah di hari berikutnya, apakah darah ini dihukum darah
haid atau bukan? Tidak ada perbedaan ulama bahwa hari dimana ia melihat darah,
dihukumi sebagai haid. Lantas bagaimana halnya hari yang ia suci diantara hari
keluarnya darah? Dalam mazhab syafi’i, hari suci diantara hari keluarnya darah,dihukumi
juga sebagai haid selama tidak melewati batas 15 hari.
Sebagai contohnya, jika keluar darah
haid pada seorang perempuan selama 3 hari maka
dihukumi sebagai haid. Kemudian darahnya keluar kembali dihari ke-7 dan
ke-8, maka itu juga tetap dihukumi sebagai haid. Berbeda halnya jika darah itu
keluar kembali dihari ke-16 dan 17 maka darah itu dihukumi darah istihadhah
karena telah melewati batas haid yang telah ditentukan yaitu 15 hari.
Adapun jarak antara 2 waktu haid dalam
mazhab Imam Syafi’i adalah 15 hari. Apabila keluar darah sebelum waktu
tersebut, maka belum dihukumi sebagai darah haid melainkan darah istihadah sampai
batas 15 hari tersebut. Jika sudah melewati 15 hari tersebut dan masih
mengeluarkan darah, maka sudah dihukumi sebagai darah haid.
Permasalahan-permasalahan mengenai darah
yang keluar pada wanita sangat penting untuk dipahami dan diperhatikan, baik
laki-laki maupun perempuan itu sendiri agar tidak lagi ragu dalam menghukuminya.
Dan juga pentingnya dalam memperhatikan waktu dan hari kebiasaan keluarnya
darah tersebut. Sebagai saran, perlu bagi setiap perempuan untuk mencatat waktu
tersebut agar terhindar dari keraguan dalam penentuannya.
Editor: Andi Tenri




Comments
Post a Comment