Perempuan Itu yang Ditutup Auratnya Bukan Akalnya

Gambar 9.8 (Source: Pinterest)
 

Oleh: Athiyyah Mufidah

Sebagai perempuan, seharusnya mengetahui tentang segala sesuatu mengenai dirinya. Menguasai dan mengetahui semua hal adalah sesuatu yang mustahil untuk dilakukan, tetapi setidaknya mampu untuk mempertanyakan dan mengetahui solusi dari permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Termasuk darah haid dan segala masalah dan dilema yang muncul darinya, seharusnya pun sudah tak asing lagi bagi perempuan, sejak itu menjadi bagian dan fitrah dari diri mereka.

Pada waktu-waktu tertentu di setiap bulannya darah ini akan keluar kecuali di beberapa keadaan yang mencegah siklus ini terjadi. Dalam pembahasan dan pembelajaran tentang darah haid ini, akan selalu dijumpai beberapa masalah yang dialami perempuan, salah satunya adalah keambiguan dalam membedakan antara darah haid dan darah lainnya. Hal ini merupakan perkara yang harus dipahami dan diketahui bagi setiap perempuan, karena berbagai pelaksanaan ibadah dan kewajiban sebagai seorang muslim bergantung pada siklus ini.

Untuk mengetahui hal tersebut, perlu untuk memahami terlebih dahulu darah apa saja yang keluar pada wanita, guna memudahkan dalam membedakan darah haid dan darah lainnya. Diantaranya; darah nifas, darah haid dan istihadah. Darah nifas keluar setelah wanita melahirkan dengan jangka waktu paling lama 60 hari. Adapun darah haid merupakan darah tabiat atau darah kebiasaan yang keluar pada wanita setelah menginjak umur balig. Sedangkan darah istihadah adalah darah yang keluar pada selain waktu haid dan nifas. Baik sebelum balig maupun setelahnya.

Adapun umur minimal balignya seorang perempuan, ulama telah sepakat bahwa minimal 9 tahun. Namun yang menjadi perbedaan diantara mereka, kapan wanita itu terhitung berumur 9 tahun? Dalam hal ini, ulama berbeda ke dalam tiga pendapat. Pertama, dikatakan wanita itu berumur sembilan tahun ketika tepat di hari kelahirannya yang ke-9. Kedua, ketika masuk 6 bulan di tahun kelahirannya yang ke-9. Ketiga, cukup diketahui jika ia berumur 9 di tahun itu. Oleh karenanya, ketika keluar darah pada wanita sebelum waktu yang ditentukan oleh para ulama, maka darah itu termasuk darah istihadah.

Adapun dalam mazhab Syafi’i, batas umur 9 tahun sebagai perkiraan saja (taqriybiyyah) bukan batas yang pasti (tahdidiyyah) selama tidak melewati 16 hari menuju umurnya yang ke-9 tahun. Misalnya, jika keluar darah pada seorang perempuan di hari ke-10 menuju hari lahirnya yang ke-9, maka sudah terhitung haid jika memenuhi syarat darah haid. Dan  apabila keluar darah pada seorang perempuan di umur 8 tahun 11 bulan (satu bulan menuju hari lahirnya ke-9) maka tidak dihukumi sebagai darah haid melainkan darah istihadah karena sudah keluar dari ukuran taqriybiyyah menurut mazhab ini.

Adapun batasan hari  darah itu keluar, para imam mazhab berbeda mengenai hal ini. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa dikatakan darah haid jika darah itu keluar paling sedikit 3 hari, dan paling banyak 10 hari. Imam Malik berpendapat darah haid keluar paling banyak 15 hari. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat paling sedikitnya sehari semalam dan paling banyaknya 15 hari. Apabila darah itu keluar diluar waktu tersebut, maka darah itu juga dihukumi sebagai istihadah dan tetap wajib menunaikan sholat dan ibadah lainnya.

Contoh kasusnya, jika keluar darah pada seorang perempuan selama 10 jam dan ia berpegang pada mazhab Imam Syafi’i, maka darahnya itu dihukumi darah istihadah dan wajib meng-qadha salat yang ditinggalkannya. Dan apabila darah itu hanya keluar selama 2 hari, maka dihukumi sebagai darah haid karena telah melewati batas minimal yang telah ditentukan.

Adapun salah satu yang sering dialami oleh perempuan juga, ketika ia melihat darah dalam sehari dan sehari lagi suci kemudian melihat lagi darah di hari berikutnya, apakah darah ini dihukum darah haid atau bukan? Tidak ada perbedaan ulama bahwa hari dimana ia melihat darah, dihukumi sebagai haid. Lantas bagaimana halnya hari yang ia suci diantara hari keluarnya darah? Dalam mazhab syafi’i, hari suci diantara hari keluarnya darah,dihukumi juga sebagai haid selama tidak melewati batas 15 hari.

Sebagai contohnya, jika keluar darah haid pada seorang perempuan selama 3 hari maka  dihukumi sebagai haid. Kemudian darahnya keluar kembali dihari ke-7 dan ke-8, maka itu juga tetap dihukumi sebagai haid. Berbeda halnya jika darah itu keluar kembali dihari ke-16 dan 17 maka darah itu dihukumi darah istihadhah karena telah melewati batas haid yang telah ditentukan yaitu 15 hari.

Adapun jarak antara 2 waktu haid dalam mazhab Imam Syafi’i adalah 15 hari. Apabila keluar darah sebelum waktu tersebut, maka belum dihukumi sebagai darah haid melainkan darah istihadah sampai batas 15 hari tersebut. Jika sudah melewati 15 hari tersebut dan masih mengeluarkan darah, maka sudah dihukumi sebagai darah haid.

Permasalahan-permasalahan mengenai darah yang keluar pada wanita sangat penting untuk dipahami dan diperhatikan, baik laki-laki maupun perempuan itu sendiri agar tidak lagi ragu dalam menghukuminya. Dan juga pentingnya dalam memperhatikan waktu dan hari kebiasaan keluarnya darah tersebut. Sebagai saran, perlu bagi setiap perempuan untuk mencatat waktu tersebut agar terhindar dari keraguan dalam penentuannya.            

           


Editor: Andi Tenri

Comments