Tingkat Spiritualitas Rendah; Tantangan Eskalasi Kualitas Generasi Z
Oleh : Muhammad Takdir
Perkembangan
teknologi yang pesat
mewarnai kehidupan “Gen Z” saat ini. Banyak
tantangan baru yang muncul di berbagai
aspek kehidupan akibat
dari perkembangan itu. Salah satu dari tantangan
itu ialah perspektif Gen
Z terhadap makna
spiritualitas dalam kehidupan. Lantas, apa yang dimaksud
dengan spiritualitas ini?
Berbicara tentang definisi
dari kata spiritualitas. Menurut KBBI, kata “spiritualitas” merupakan sumber motivasi dan emosi individu yang berkenaan
dengan hubungan seseorang pada tuhan. Sementara menurut para ahli, spiritualitas memiliki
beragam definisi. Salah satunya; menurut Rosito, spiritualitas merupakan upaya
pencarian, menemukan, dan memelihara sesuatu yang bermakna dalam kehidupan.
Definisi dari spiritualitas itu menunjukkan
bahwa konsep spiritualitas dalam perkembangan generasi sekarang memberikan pengaruh
yang besar. Namun,
adanya pengaruh perkembangan teknologi dan beberapa faktor lain
menjadikan generasi Z mulai menyampingkan makna spiritualitas. Hal ini berdampak
pada penurunan tingkat spiritual
generasi Z.
Rendahnya Tingkat Spiritualitas Generasi Z.
Berbicara tentang peningkatan kualitas Gen Z, aspek
spiritual memiliki peran yang sangat penting
di dalamnya di era modernisasi ini. Namun, realita yang terjadi
sekarang justru berbanding terbalik dengan eksistensi spiritualitas. Berdasarkan data yang telah terkumpul, kondisi
spiritual Gen Z kian semakin menurun
jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Dengan kondisi seperti itu, sudah
dapat terbayangkan dengan jelas bagaimana kualitas generasi ini dan progres
peningkatannya. Hal ini, disebabkan oleh beberapa faktor
yang menjadikan generasi Z ini kurang peduli terhadap peningkatan spiritual.
Terkait faktor tersebut, hal ini telah
dijelaskan oleh Prof. Abdul Mu’ti di dalam pidatonya. Beliau merupakan seorang
cendekiawan Islam indonesia yang menjabat sebagai sekretaris umum pimpinan
pusat Muhammadiyyah periode 2022-2027. Dalam pidatonya beliau menjelaskan
bahwa, terdapat tiga indikator atau tolak
ukur yang digunakan dalam menilai rendahnya spiritualitas Gen Z.
1. Pandangan Mereka
Tentang Makna Agama Bagi Kehidupan
Pandangan mereka terhadap agama merupakan salah satu cara yang cukup relevan dalam mendeteksi tingkat
spiritualitas generasi ini. Dalam
penelitian beliau, mereka mengatakan bahwa agama itu bukanlah sesuatu yang
sangat diperlukan dalam kehidupan. Beliau menjelaskan bahwa mereka tidak
terlalu perlu pada agama. Sebab, sedikitnya masalah yang menimpa mereka membuat
perspektif mereka terhadap pentingnya agama dalam kehidupan itu menurun.
Umumnya, kecenderungan terhadap agama meningkat
ketika hidup seseorang berada dalam tekanan atau kesusahan. Bahkan, berdasarkan
realita yang terjadi sekarang menunjukkan bahwasanya seseorang itu mulai
melirik pada agama ketika ia ditimpa musibah.
Hal ini telah disebutkan dalam Al-qur’an pada Q.S. Fussilat : 51
وَاذَا أَنْعَمْنَا عَالَى الْإِنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَئَا بِجَانِبِهِ وَاذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذَوا دُعَاءٍ عَرِيضٌواذا
“Dan apabila kami memberikan nikmat kepada manusia,
ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa
malapetaka, maka ia banyak berdoa.” (Q.S. Fussilat: 51).
Bahkan yang menariknya, ketika kita berbicara tentang agama kepada Gen Z, sesuai dengan karakteristik mereka yang cenderung bebas dan ingin mendapatkan sesuatu secara mudah, mereka memaknai spiritualitas sebagai ketenangan batin. Namun, tidak selalu berarti harus terikat dengan agama tertentu. Dalam kajian-kajian agama, kelompok seperti ini diistilahkan dengan nama “New Age”. Kelompok ini dikenal dengan slogannya “Dia percaya dengan agama, menghormati agama, tetapi tidak mau terikat dengan agama tertentu atau agnostik”. Maka dari itu prof. Abdul Mu’ti menyebut mereka di dalam penelitiannya “Mencintai tapi tidak mau memiliki”.
2. Kecenderungan Untuk Longgar Dalam Relasi-Relasi Terhadap Bidang Apapun
Gen Z pada zaman sekarang cenderung longgar dalam menjalin relasi-relasi. Baik
itu relasi antar kawan, hingga relasi antar agama. Dan juga, mereka lebih terbuka
dalam menerima nilai-nilai universal
dibandingkan dengan nilai-nilai yang memisahkan mereka. Prof. Abdul Mu’ti
mengungkapkan dalam pidatonya “Penerimaan terhadap perbedaan-perbedaan itu
lebih tinggi di kelompok ini. Karena mereka lebih cair, bergaulnya itu melintas
batas,” ucapnya.
Kecenderungan sikap tersebut, dapat dibuktikan
melalui kasus yang menjadi sangat viral sekarang yaitu; kasus LGBT. Dalam hal
ini, beliau mengungkapkan bahwa generasi sekarang lebih mudah menerima perbedaan orientasi seksual dibanding
generasi sebelumnya. Sehingga kasus seperti ini akan memberikan dampak buruk
pada kualitas spiritual generasi selanjutnya.
Terkait masalah LGBT, jika terus berlangsung akan berdampak pada demografi sebuah negara. Sebab hadirnya kasus seperti ini, generasi sekarang cenderung untuk memilih tidak menikah, sehingga menyebabkan pertumbuhan suatu negara itu negatif.
3. Kecenderungan Untuk Serba Digital
Perkembangan teknologi menjadi tantangan baru bagi Gen Z. Hadirnya teknologi menawarkan banyak sekali kemudahan dalam hal apapun. Namun, melihat realita sekarang kemudahan itu justru memberikan pengaruh yang buruk bagi kualitas generasi ini. Sebab, hadirnya teknologi segala sesuatu yang dulunya sulit didapatkan, bisa kita akses melalui teknologi.
Contoh dalam hal ini, banyak
dari sekolah-sekolah yang tidak lagi menggunakan buku dalam keberlangsungan sistem belajar
mengajar. Dengan adanya teknologi, buku atau segala bentuk informasi dapat
diakses dengan sangat mudah. Namun, hal ini juga menghadirkan problematika bagi
generasi sekarang, tidak semua dari mereka mampu dalam menyeleksi sumber
informasi yang benar dan salah.
Berdasarkan
pidato yang dibawakan oleh beliau,
kita sebagai bagian dari Gen Z
hendaknya sadar akan kualitas spiritual
yang menurun. Sebab eksistensi dari spiritual ini sangat berpengaruh dalam perkembangan generasi.
Kesadaran itu dapat dimunculkan melalui
teknologi yang berkembang pesat saat ini.
Di era digitalisasi ini menawarkan begitu
banyak kemudahan dalam mencari informasi. Mulai dari kemudahan itu, kita bisa dengan cepat mencari
informasi terkait informasi keagamaan dan spiritualitas.
Dengan hadirnya media sosial, membuka kesempatan bagi para remaja sekarang
untuk memperdalam pemahaman mereka terkait urgensi spiritualitas dalam
kehidupan media sosial. Meskipun menawarkan peluang
untuk memperluas wawasan,
juga menghadirkan tantangan baru jika penggunaan media
sosial itu tidak
terkelola dengan baik.
Maka dari itu, hendaknya generasi
sekarang sebelum menyentuh media sosial terlebih
dahulu dibekali ilmu terkait pengelolaan media sosial, agar generasi sekarang ini tidak termakan
oleh pengaruh negatif dari perkembangan teknologi saat ini.
Kesimpulan
Perkembangan teknologi saat ini memberikan
tantangan baru bagi generasi sekarang. Hal itu menjadikan generasi
sekarang mulai menyampingkan makna spiritualitas dalam kehidupan. Kita telah
mengetahui bersama bahwa nilai-nilai spiritualitas memiliki peran yang cukup
besar dalam perkembangan generasi. Namun, hadirnya teknologi memberikan
pengaruh yang cukup kompleks dalam peningkatan spiritualitas generasi ini.
Hal ini telah dibuktikan oleh Prof. Abdul Mu’ti
di dalam pidato yang merupakan hasil dari penelitian beliau. Bahwa generasi ini
memiliki tingkat spiritualitas rendah dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
Bahkan generasi sekarang hanya menganggap spiritualitas itu hanya sebatas
ketenangan batin saja. Juga generasi
sekarang memiliki kecenderungan yang lebih terhadap
teknologi. Namun, kecenderungan tersebut
tidak disertai dengan
ilmu tentang pengelolaan teknologi. Sehinnga
generasi sekarang dengan
mudah termakan oleh pengaruh negative
dari perkembangan teknologi
ini.
Editor: Muh Akmal Fuady




Comments
Post a Comment