Tingkat Spiritualitas Rendah; Tantangan Eskalasi Kualitas Generasi Z


  Gambar 9.3 (Source: Pinterest) 

  Oleh : Muhammad Takdir

Perkembangan teknologi yang pesat mewarnai kehidupanGen Z” saat ini. Banyak tantangan baru yang muncul di berbagai aspek kehidupan akibat dari perkembangan itu. Salah satu dari tantangan itu ialah perspektif Gen Z terhadap makna spiritualitas dalam kehidupan. Lantas, apa yang dimaksud dengan spiritualitas ini?

Berbicara tentang definisi dari kata spiritualitas. Menurut KBBI, kata “spiritualitas” merupakan sumber motivasi dan emosi individu yang berkenaan dengan hubungan seseorang pada tuhan. Sementara menurut para ahli, spiritualitas memiliki beragam definisi. Salah satunya; menurut Rosito, spiritualitas merupakan upaya pencarian, menemukan, dan memelihara sesuatu yang bermakna dalam kehidupan.

Definisi dari spiritualitas itu menunjukkan bahwa konsep spiritualitas dalam perkembangan generasi sekarang memberikan pengaruh yang besar. Namun, adanya pengaruh perkembangan teknologi dan beberapa faktor lain menjadikan generasi Z mulai menyampingkan makna spiritualitas. Hal ini berdampak pada penurunan tingkat spiritual generasi Z.

Rendahnya Tingkat Spiritualitas Generasi Z.

Berbicara tentang peningkatan kualitas Gen Z, aspek spiritual memiliki peran yang sangat penting di dalamnya di era modernisasi ini. Namun, realita yang terjadi sekarang justru berbanding terbalik dengan eksistensi spiritualitas. Berdasarkan data yang telah terkumpul, kondisi spiritual Gen Z kian semakin menurun jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Dengan kondisi seperti itu, sudah dapat terbayangkan dengan jelas bagaimana kualitas generasi ini dan progres peningkatannya. Hal ini, disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadikan generasi Z ini kurang peduli terhadap peningkatan spiritual.

Terkait faktor tersebut, hal ini telah dijelaskan oleh Prof. Abdul Mu’ti di dalam pidatonya. Beliau merupakan seorang cendekiawan Islam indonesia yang menjabat sebagai sekretaris umum pimpinan pusat Muhammadiyyah periode 2022-2027. Dalam pidatonya beliau menjelaskan bahwa, terdapat  tiga indikator atau tolak ukur yang digunakan dalam menilai rendahnya spiritualitas Gen Z.

1.  Pandangan Mereka Tentang Makna Agama Bagi Kehidupan

 

Pandangan mereka terhadap agama merupakan salah satu cara yang cukup relevan dalam mendeteksi tingkat spiritualitas generasi ini. Dalam penelitian beliau, mereka mengatakan bahwa agama itu bukanlah sesuatu yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Beliau menjelaskan bahwa mereka tidak terlalu perlu pada agama. Sebab, sedikitnya masalah yang menimpa mereka membuat perspektif mereka terhadap pentingnya agama dalam kehidupan itu menurun.


Umumnya, kecenderungan terhadap agama meningkat ketika hidup seseorang berada dalam tekanan atau kesusahan. Bahkan, berdasarkan realita yang terjadi sekarang menunjukkan bahwasanya seseorang itu mulai melirik pada agama ketika ia ditimpa musibah. Hal ini telah disebutkan dalam Al-qur’an pada Q.S. Fussilat : 51


وَاذَا أَنْعَمْنَا عَالَى الْإِنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَئَا بِجَانِبِهِ وَاذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذَوا دُعَاءٍ عَرِيضٌواذا

“Dan apabila kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa.” (Q.S. Fussilat: 51).

 

Bahkan yang menariknya, ketika kita berbicara tentang agama kepada Gen Z, sesuai dengan karakteristik mereka yang cenderung bebas dan ingin mendapatkan sesuatu secara mudah, mereka memaknai spiritualitas sebagai ketenangan batin. Namun, tidak selalu berarti harus terikat dengan agama tertentu. Dalam kajian-kajian agama, kelompok seperti ini diistilahkan dengan nama “New Age”. Kelompok ini dikenal dengan slogannya “Dia percaya dengan agama, menghormati agama, tetapi tidak mau terikat dengan agama tertentu atau agnostik”. Maka dari itu prof. Abdul Mu’ti menyebut mereka di dalam penelitiannya “Mencintai tapi tidak mau memiliki”.

2.  Kecenderungan Untuk Longgar Dalam Relasi-Relasi Terhadap Bidang Apapun

Gen Z pada zaman sekarang cenderung longgar dalam menjalin relasi-relasi. Baik itu relasi antar kawan, hingga relasi antar agama. Dan juga, mereka lebih terbuka dalam menerima nilai-nilai universal dibandingkan dengan nilai-nilai yang memisahkan mereka. Prof. Abdul Mu’ti mengungkapkan dalam pidatonya “Penerimaan terhadap perbedaan-perbedaan itu lebih tinggi di kelompok ini. Karena mereka lebih cair, bergaulnya itu melintas batas,” ucapnya.

 

Kecenderungan sikap tersebut, dapat dibuktikan melalui kasus yang menjadi sangat viral sekarang yaitu; kasus LGBT. Dalam hal ini, beliau mengungkapkan bahwa generasi sekarang lebih mudah menerima perbedaan orientasi seksual dibanding generasi sebelumnya. Sehingga kasus seperti ini akan memberikan dampak buruk pada kualitas spiritual generasi selanjutnya.

 

Terkait masalah LGBT, jika terus berlangsung akan berdampak pada demografi sebuah negara. Sebab hadirnya kasus seperti ini, generasi sekarang cenderung untuk memilih tidak menikah, sehingga menyebabkan pertumbuhan suatu negara itu negatif.

3.  Kecenderungan Untuk Serba Digital

Perkembangan teknologi menjadi tantangan baru bagi Gen Z. Hadirnya teknologi menawarkan banyak sekali kemudahan dalam hal apapun. Namun, melihat realita sekarang kemudahan itu justru memberikan pengaruh yang buruk bagi kualitas generasi ini. Sebab, hadirnya teknologi segala sesuatu yang dulunya sulit didapatkan, bisa kita akses melalui teknologi.


Contoh dalam hal ini, banyak dari sekolah-sekolah yang tidak lagi menggunakan buku dalam keberlangsungan sistem belajar mengajar. Dengan adanya teknologi, buku atau segala bentuk informasi dapat diakses dengan sangat mudah. Namun, hal ini juga menghadirkan problematika bagi generasi sekarang, tidak semua dari mereka mampu dalam menyeleksi sumber informasi yang benar dan salah.

 

Berdasarkan pidato yang dibawakan oleh beliau, kita sebagai bagian dari Gen Z hendaknya sadar akan kualitas spiritual yang menurun. Sebab eksistensi dari spiritual ini sangat berpengaruh dalam perkembangan generasi. Kesadaran itu dapat dimunculkan melalui teknologi yang berkembang pesat saat ini.

 

Di era digitalisasi ini menawarkan begitu banyak kemudahan dalam mencari informasi. Mulai dari kemudahan itu, kita bisa dengan cepat mencari informasi terkait informasi keagamaan dan spiritualitas. Dengan hadirnya media sosial, membuka kesempatan bagi para remaja sekarang untuk memperdalam pemahaman mereka terkait urgensi spiritualitas dalam kehidupan media sosial. Meskipun menawarkan peluang untuk memperluas wawasan, juga menghadirkan tantangan baru jika penggunaan media sosial itu tidak terkelola dengan baik.

 

Maka dari itu, hendaknya generasi sekarang sebelum menyentuh media sosial terlebih dahulu dibekali ilmu terkait pengelolaan media sosial, agar generasi sekarang ini tidak termakan oleh pengaruh negatif dari perkembangan teknologi saat ini.

 

Kesimpulan

Perkembangan teknologi saat ini memberikan tantangan baru bagi generasi sekarang. Hal itu menjadikan generasi sekarang mulai menyampingkan makna spiritualitas dalam kehidupan. Kita telah mengetahui bersama bahwa nilai-nilai spiritualitas memiliki peran yang cukup besar dalam perkembangan generasi. Namun, hadirnya teknologi memberikan pengaruh yang cukup kompleks dalam peningkatan spiritualitas generasi ini.

Hal ini telah dibuktikan oleh Prof. Abdul Mu’ti di dalam pidato yang merupakan hasil dari penelitian beliau. Bahwa generasi ini memiliki tingkat spiritualitas rendah dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Bahkan generasi sekarang hanya menganggap spiritualitas itu hanya sebatas ketenangan batin saja. Juga generasi sekarang memiliki kecenderungan yang lebih terhadap teknologi. Namun, kecenderungan tersebut tidak disertai dengan ilmu tentang pengelolaan teknologi. Sehinnga generasi sekarang dengan mudah termakan oleh pengaruh negative dari perkembangan teknologi ini.



Editor: Muh Akmal Fuady


 


Comments