Urgensi Lahjah (Dialek) Arab Dalam Qiraat Al-Qur'an

   (Source: Pinterest)
 

Oleh; Hilya Asfia Baderan & Nasria Purnama

Secara etimologi, lahjah berarti ujung lidah. Dalam kamus lisan al-‘arab, artinya adalah gemar dengan sesuatu, mengucapkan, dan membiasakannya. Dikatakan bahwa Fulan fasih lahjahnya, yakni bahasanya yang di mana ia tumbuh dan terbiasa dengannya. Secara terminologi, menurut Dr. Ibrahim Anis, berarti sekumpulan variasi bahasa yang berhubungan dengan lingkungan tertentu dan digunakan oleh sekelompok orang di lingkungan tersebut.

Ulama terdahulu menyebut lahjah dengan kata lugah (bahasa). Bahasa sendiri merupakan perantara yang sangat penting dalam menghubungkan masyarakat dan sebagai alat untuk menyampaikan maksud yang beragam. Sebuah bahasa memiliki kerangka atau bingkai sosiologi, oleh karena itu, suatu bahasa berbeda berdasarkan kelompok di satu tempat. Hubungan antara lahjah dan bahasa adalah umum dan khusus. Bahasa memiliki cakupan yang lebih luas dibanding lahjah.

Perbedaan bahasa dan lahjah meliputi 3 hal sebagai berikut:

v Bahasa dijaga dan dilindungi dengan adanya kaidah-kaidah dan standar tertentu sehingga terjaga dari gharīb dan tahrīf. Berbeda dengan lahjah yang bisa saja dimasuki oleh bahasa asing.

v Bahasa bersifat matang dan tidak butuh bahasa lainnya. Sedangkan lahjah akan selalu mengambil sistem atau tatanan lugah umm (bahasa induk) baik dari segi suara, sharf, nahwu, dan makna.

v Bahasa digunakan pada bidang keilmuan, politik, militer, dan seluruh bidang yang bersifat resmi. Adapun lahjah, hanya pada lingkungan tertentu saja.

Bahasa merupakan asal dari suatu lahjah. Adapun faktor yang menyebabkan sebuah bahasa terbagi menjadi beberapa lahjah adalah:

1.    Faktor geografis. Ulama membagi jazirah Arab menjadi 5 bagian, yaitu Tihamah (terletak di ujung Barat dan dekat dengan laut merah), Najd (mencakup bagian Utara dan Timur), Hijaz (pegunungan yang memisahkan antara Najd dan Tihamah), ‘Urudh (kawasan padang pasir yang terletak di sebelah Selatan Najd) dan Yaman (mencakup bagian selatan hingga sebelah Utara Najd dan sebelah Barat Tihamah). Dengan lingkungan geografi yang luas seperti dibatasi dengan lembah, gunung, dan sebagainya menyebabkan sulitnya interaksi. Keberagaman lingkungan geografi seperti persawahan, laut, perkebunan, padang pasir, juga ikut berpengaruh pada penduduknya dalam hal bagaimana mereka berbicara.

2.  Faktor sosial. Faktor ini berkaitan dengan geografis karena perbedaan lingkungan geografi menyebabkan perbedaan strata atau kelas sosial. Sejarawan membagi kabilah arab menjadi 3 jenis, yaitu baidah (orang-orang Badui adalah suku bangsa pengembara di tanah Arab), ‘aribah (orang-orang yang pertama kali berbahasa Arab) dan musta’ribah (warga Arab pendatang). Setiap strata memiliki lahjah khusus mereka. Seperti kondisi masyarakat pertanian berbeda dengan yang di bidang pabrik dan perdagangan. Imigrasi penduduk juga ikut berpengaruh dalam hal ini, contohnya jazirah Arab yang terpengaruh setelah datangnya Islam. Orang-orang Arab menyebar ke negara-negara Afrika, Asia dan Eropa yang menyebabkan bahasa Arab terbagi menjadi lahjah yang beragam.

3.     Faktor militer. Lahirnya lahjah baru salah satunya disebabkan oleh perang. Seperti yang terjadi di Eropa setelah diperangi oleh bangsa Romawi.

Perlu kita ketahui bahwa perbedaan dari segi sharf dan arti antara satu lahjah dan lainnya haruslah sedikit agar suatu lahjah tidak asing sehingga sulit dipahami. Adapun perbedaan dari segi bunyi memiliki peranan penting dalam perbedaan lahjah. Perbedaan dari segi bunyi, khususnya perubahan huruf sangat berkaitan dengan makhraj dan sifat huruf, baik itu sama ataupun berdekatan, seperti perubahan huruf shad menjadi za. Adapun perubahan-perubahan pada harakat menunjukkan kekayaan bahasa Arab.

Kata qiraat merupakan bentuk jamak dari kata قراءة yang merupakan bentuk masdar dari fi’il قرأ - يقرأ - قراءة وقرآنا yang berarti mengumpulkan atau menggabungkan. Adapun makna terminologi qiraat, Imam Ibnul Jazary mendefinisikannya sebagai ilmu yang mempelajari tentang tata cara mengucapkan lafaz-lafaz dalam Al-Qur’an dan perbeedan bacaannya sesuai yang telah diriwayatkan.

Dari definisi diatas, kita dapat mengetahui obyek kajian (ontologi) ilmu qiraat adalah lafaz Alquraan dari segi perbedaan bacaannya seebagaimana yang telah diriwayatkan. Metode mendapatkan (epistemologi) ilmu qiraat adalah dengan periwayatan mutawatir dari para ulama qiraat hingga ke Rasulullah saw. Sementara manfaat (aksiologi) ilmu qiraat adalah sebagai salah satu cara untuk menjaga Al-Qur’an dari tahrif dan taghyir. Selain itu, ragam bacaan dalam Al-Qur’an (qiraat) merupakan hujjah bagi para fuqaha dalam mengeluarkan sebuah hukum, juga membantu mufassirin dalam menafsirkan makna suatu ayat, karena perbedaan bentuk bacaan bisa merubah makna suatu ayat. Sedangkan yang dimaksud dengan muqri’ adalah orang yang meriwayatkan bacaan Al-Qur’an secara musyafahah dari syaikhnya.

Para ulama berbeda pendapat mengenai kapan munculnya qiraat, sebelum hijrah atau sesudah hijrah. Pendapat kedua beralasan bahwa sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah jumlah umat mulim masih sedikit dan kebanyakan dari mereka berbicara dengan satu lahjah, yaitu lahjah quraisy. Setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, orang-orang dari berbagai kabilah dengan lahjah yang berbeda-beda masuk agama Islam, maka Allah memberikan kemudahan bagi mereka dalam membaca Al-Qur’an dengan tujuh huruf.

Lafaz sab’ah dan kelipataannya sendiri digunakan oleh bangsa Arab untuk menunjukkan sesuatu yang banyak, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an Surah At-Taubah: 80(اِسْتَغْفِرْ لَهُمْ اَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْۗ اِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً فَلَنْ يَّغْفِرَ اللّٰهُ لَهُمْۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِه).  Adapun penggunaannya sebagai bilangan antara enam dan delapan merupakan istilah mutaakhir nisbiy.

Kata Al-Ahruf As-Sab’ah memiliki banyak penafsiran, Imam As-Suyuthi menyebutkan 40 tafsiran, diantaranya :

1.     Tafsiran Abu Al-Fadhli Ar-Razi yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Al-Ahruf As-Sab’ah adalah tujuh perbedaan dalam mengucapkan suatu lafaz, perbedaan tersebut antara lain dari segi ifrad, tatsniyah, dan jama’ serta tadzkir daan ta’nits, tasrif al-af’al (perubahan kata kerja), I’rab, an-naqsh dan az-ziyadah pada kalimat, taqdim dan ta’khir kalimat, ibdal (penggantian) huruf, lahjah, seperti imalah, tarqiq, tafkhim, idgham, dan izhar.

2.     ‘Ubaid, Tsa’lab, dan Al-Azhari menafsirkannya sebagai tujuh lahjah, yaitu quraisy, hudzail, tamim, azd, rabi’ah, hawazin, dan sa’ad bin bakr.

3.     Sebagian menafsirkannya sebagai tujuh qiraat, sebagaimana yang dikatakan imam Ibnul Jazary : (كانت الشام تقرأ بحرف ابن عامر) Al-Harf disini bermakna qiraat

Berdasarkan kualitasnya, imam Ibnu Al-Jazary mengelompokkan qiraat  menjadi 2 bagian, yaitu:

a.     Qiraat Shahihah

Qiraat shahihah adalah qiraat yang memenuhi 3 syarat utama, yaitu sanadnya shahih dan mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa arab walau dari satu wajh, sesuai dengan kaidah penulisan mushaf utsmani walau secara kemungkinan. Jumhur ulama sepakat bahwa qiraat yang memenuhi ketiga syarat ini adalah qiraat aimmah asyrah (Nafi‘ al-Madani, Ibn Katsir al-Makki, Abu ’Amr al-Bashri, Ibn ‘Amir al-Syami, ‘Ashim al-Kufi, Hamzah al-Kufi, Kisa’i al-Kufi, Abu Ja‘far Al-Madani, Abu Muhammad Ya‘kub Al-Hadrami al-Basri dan Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam al-Bazar al-Baghdadi)

b.     Qiraat Syadzah

Qiraat syadzah adalah qiraat yang tidak memenuhi ketiga syarat yang telah disebutkan. Walaupun qiraat tersebut memiliki sanad yang shahih tapi tidak sesuai dengan rasm utsmani, maka dia dihukumi syadz. Adapun qiraat yang sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan rasm utsmani akan tetapi tidak memiliki sanad yang shahih, dia dihukumi sebagai qiraat makdzubah atau maudhu’ah. Qiraat syadzah bisa diterima eksitensinya, akan tetapi para ulama sepakat untuk tidak mengakui ke-quraan-annya sehingga kebanyakan fuqaha melarang membaca qiraat syadz dalam salat. Lebih khusus lagi, qiraat ini dimaksudkan untuk memperjelas makna ayat.

Qiraat Al-Qur’an bukan merupakan implementasi dari lahjah quraisy saja seperti yang disangka sebagian orang melainkan implementasi dari banyak lahjah lainnya. Qiraat Al-Qur’an merupakan sebaik-baik perwujudan/representasi lahjah Arab dahulu. Maka, pembacaan Al-Qur’an yang mutawatirah dari para qurra adalah seakan-akan kita mendengarkan bahasa Arab fushah yang sebenar-benarnya dengan pengucapan yang sempurna. Karena, hal tersebut merepresentasikan bagaimana orang Arab terdahulu berbicara. Oleh karena itu, qiraat Al-Qur’an dan lahjah memiliki hubungan yang kuat. Dan hal ini merupakan taysir (kemudahan) yang diberikan khusus dari Allah Swt kepada umat ini dalam membaca Al-Qur’an.


Comments