Opsi Donasi Embrio dan Hukum Nasabnya
Oleh: Sofiah Najihah Syamsuri & Andi Tenri Mula U.
Manusia dan segala problematika dalam eksistensinya, menuntut dunia berubah. Penelitian demi penelitian dilakukan untuk memecah masalah dan menawarkan alternatif yang mempermudah hidup manusia dari segala aspek. Bahkan di zaman sekarang didapati penutup kemasan bermunculan dengan beragam bentuk, para produsen menjadikan inovasi ini sebagai penguat daya saing dengan produk-produk lain. Semuanya didasari oleh keinginan manusia untuk selalu menemukan jalan keluar dan kemudahan. Tak dapat dipungkiri ini pula yang terjadi dalam hal memperoleh keturunan.
Dalam hal ini, fenomena ‘infertilitas’ menjadi salah satu masalah yang sering terjadi, di mana adanya ketidakmampuan mendapatkan keturunan setelah menikah selama setahun dan melakukan “hubungan” tanpa penghalang ataupun alat kontrasepsi. Sekaligus hal ini menjadi salah satu pendorong manusia untuk mendapatkan jalan pintas atau alternatif dalam memperoleh keturunan.
Dengan penemuan yang telah lalu, ditemukan bahwa siklus pembuahan ini nyatanya tidak hanya dapat terjadi di dalam rahim saja, melainkan juga terjadi di luar tubuh manusia dengan perkembangan teknologi, yang belakangan dikenal dengan prosedur fertilization in vitro (IVF) atau bayi tabung. , sebagai inovasi dari teknik sebelumnya (fresh embryo), lahir kemudian embrio beku (frozen embryo) atau juga disebut kriopreservasi embrio, di mana embrio tersebut berasal dari sisa ovum dan sperma dari proses IVF sebelumnya.
Proses ini merupakan salah satu teknologi reproduksi berbantu yang paling menjanjikan bagi pasangan infertil karena tingkat keberhasilannya yang cukup tinggi, namun begitu presentase keberhasilannya pun berbeda pada kedua teknik yang digunakan, yaitu fresh cycle IVF dan frozen cycle IVF. Prosedur kriopreservasi embrio melibatkan pembekuan embrio yang telah dibuahi dan disimpan dalam nitrogen cair pada suhu -196°C, Setelah waktunya tiba, dimana ibu telah siap untuk memindahkan embrio tersebut ke dalam rahimnya, maka dilakukan frozen embryo transfer (FET). Embrio tersebut akan dikeluarkan dari nitrogen cair, kemudian dibiarkan perlahan-lahan kembali ke suhu normal, setelah itu barulah pihak medis melakukan prosedur transfer ke dalam rahim ibu selama siklus menstruasi.
Legalitas Prosedur Menurut Perspektif Islam
Terkait legalitas teknologi reproduksi berbantu pembekuan embrio, kembali menilik kepada komponen dalam prosedur tersebut, mulai dari pemilik ovum, sperma, dan tempat perkembangan embrio (rahim). Jika setiap komponen tersebut memenuhi syarat, yakni berasal dari hubungan yang sah dan diakui secara agama, maka tidak ada pencegah untuk melakukan prosedur tersebut dalam urgensi yang telah ditetapkan. Tujuannya adalah untuk pengobatan, karena pada dasarnya pengobatan dalam agama Islam disyariatkan. . Hal ini dibolehkan dengan memerhatikan beberapa syarat:
1. Dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah, dan masih terikat hubungan pernikahan.
2. Ovum dan sperma harus benar-benar aman di dalam lab dan dapat dipastikan tidak bercampur dengan yang lain untuk menghindari percampuran nasab.
3. Embrio yang telah berhasil dibekukan kelak harus dikembalikan kepada rahim istri.
4. Memperhatikan bahwa tidak ada dampak negatif terhadap embrio yang kelak jadi bayi.
Berbeda dengan kasus diatas, apabila embrio tersebut nyatanya diserahkan atau didonasikan kepada pasangan infertil, ini jelas telah melanggar syarat yang ditetapkan sebelumnya. Dimana di dalam ketiga komponen terdapat salah satunya tidak bersumber dari pasangan yang sah, maka terjadi percampuran yang menyebabkan prosedur ini tidak bisa dibenarkan menurut pendapat yang di-rajih-kan. Diantara dalil yang menguatkannya adalah sabda Nabi Saw dalam khutbah beliau;
(لا يحل لإمرئ يؤمن بالله واليوم الآخر ان يسقي ماءه زرع غيره)
Hadis tersebut menyatakan secara jelas atas keharaman penanaman janin/embrio di rahim wanita lain. Adapun perbuatan memasukkan embrio ke rahim wanita asing dianggap termasuk gambaran perzinahan dikarenakan masuknya sperma asing.
Namun dalam kasus ini jika sudah terlanjur dilakukan prosedur donasi kepada pasangan infertil, maka diberlakukan hukum yang sesuai dengan hukum pada bayi/anak yang mendapat air susu dari wanita bukan ibu genetiknya.
Dalam pandangan lain yang membolehkan donasi embrio ke pasangan infertil dengan pertimbangan bahwa itu opsi terbaik dibandingkan pemusnahan dan donasi penelitian yang keduanya memberikan resiko kerusakan dan kematian bagi embrio, sedangkan donasi embrio dipandang sebagai opsi yang memberi penghormatan pada embrio sebagai suatu entitas hidup yang dapat berkembang menjadi insan dan merupakan pandangan yang solutif.
Penghukuman Nasab Anak
Dalam keadaan di mana ketiga komponen berasal dari hubungan yang sah, begitupula proses percampuran yang nantinya menjadi embrio dianggap suci baik sperma maupun ovum, maka nasabnya tsubut, ditetapkan kembali kepada keduanya (pemilik ovum dan sperma). Maka bisa dipastikan bayi yang berasal dari embrio beku bisa terhubung ke orang tuanya ketika ovum dan sperma berasal suami istri yang sah, dan tidak adanya percampuran dengan ovum atau sperma asing.
Berbeda halnya jika terjadi percampuran komponen yang tidak diakui secara syariat dalam berbagai macam bentuknya, kerancuan mengenai nasab pun pasti terjadi dan tidak ada kompensasi atau kebolehan yang diberikan oleh syariat.
Adapun hukum nasab bagi bayi/embrio yang merupakan hasil donasi dari pasangan lain, tidak tersambung dengan pemilik rahim maupun pasangannya (jika sudah bersuami) menurut pendapat yang di-rajih-kan, dikarenakan tidak ada hubungan genetik antara anak dan pemilik rahim. Akan tetapi hanya dianggap sebagai ibu persusuan atau ibu secara hukum. Maka dalam hal ini, nasab bayi tersebut tetap dikembalikan kepada orang tau asli (pemilik ovum dan sperma) dan berhak atas warisan keduanya.
Penutup
Prosedur seperti ini merupakan konsekuensi dari penelitian untuk memenuhi citra manusia sebagai insan yang bereproduksi guna menjaga siklus keberlangsungan hidup, yang kemudian diwarnai dengan moral dan ambisi masyarakat. Terutama ditujukan bagi pasangan infertil.
Islam sebagai agama yang memberi kelonggaran dan kemudahan untuk segala hal yang berkaitan dengan kesehatan dan kelangsungan hidup manusia. Sebagaimana diperintahkan dalam hadis Nabi Saw untuk berobat. Maka selama penelitian yang dilakukan ditujukan untuk suatu kemanfaatan bagi manusia, kebolehannya akan selalu disertai dengan syariat yang tak lain guna menghindarkan manusia dari celaka dan kerancuan dalam berkehidupan.
Perihal lahir-melahirkan dan nasab tak bisa terpisahkan, Islam serta menaruh penjelasan dan detail mendalam dalam hal ini, sedangkan banyak dari umat manusia yang seakan bermain-main dan cenderung tak acuh akan persoalan nasab dan asas kekeluargaan.
Dalam prosedur kriopreservasi sebagai teknologi yang dikembangkan manusia, sudah menjadi hal yang lazim untuk merawat dan memperhatikan maqasid syariah di dalamnya. Penghukuman boleh tidaknya dari prosedur ini, bergantung pada unsur pembuat dan penyusun dari embrio tersebut, bukan pada proses pertumbuhannya. Hal ini kembali lagi guna menghindarkan manusia dari segala mafsadat dan mudhorot dari segi kekeluargaan, jiwa, sosial, dan sebagainya.




Comments
Post a Comment