Tulisan Omong Kosong

(Source: Pinterest) 

Oleh: Muhammad Akmal Fuady

Dalam tulisan kali ini, marilah kita membicarakan beberapa “Omong Kosong”.

Pendidikan dan agama.

Dalam akun Tik-Tok @dino_wakjess, terdapat salah satu konten video yang berisi tentang pertanyaan  berupa “Apa kepanjangan MPR ?” Tentu saja jawaban dari pertanyaan sederhana tersebut adalah “Majelis Permusyawaratan Rakyat” hal ini telah maklum bagi kita sejak berada di bangku Sekolah Dasar dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan  (PPKn).

Namun, jawaban dari beberapa murid jenjang SMP justru bertolak belakang dari jawaban yang sudah semestinya mutlak.

Siswa pertama menjawab “Majelis Permusyawaratan Republik”

Kemudian Siswa Kedua “Masa Peroleh…..” tanpa menyebutkan kepanjangan dari “R”

Dan tak satupun dari beberapa pelajar dalam konten tersebut dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan benar. Sehingga fenomena ini mengundang banyak komentar miring.

“Murid banyak yang gak tau singkatan dari MPR ini yang salah guru apa muridnya ya? Saya yang nenek-nenek aja tau.” Ucap salah satu pengguna akun pada kolom komentar.

Sebelum beranjak lebih jauh, saya ingin melontarkan sebuah pertanyaan,

“Apakah sampai detik ini anda masih membaca tulisan ini?”

UNESCO menyebutkan bahwa hanya 0,0001% persen masyarakat Indonesia yang memiliki minat baca. Sementara itu, hasil penelitian Program for International Student Assessment (PISA) 2022 mengumumkan pada 5 Desember 2023, Indonesia berada di peringkat 68 dengan skor matematika 379, sains 398, dan membaca 371, skor ini terbilang rendah menunjukkan bahwa Indonesia masih menunjukkan keminiman dalam bidang literasi dan tentu hal ini akan berpengaruh ke masa depan pendidikan.

Faktor penyebab terjadinya hal tersebut diantaranya adalah; sulitnya akses terhadap pendidikan, kualitas pendidikan rendah, kondisi sosial ekonomi dan  sikap budaya terhadap  pendidikan yang kurang mendukung. Jika kita memperhatikan negara-negara dengan tingkat literasi yang tinggi, maka sudah dapat dipastikan bahwa negara tersebut telah memiliki ruang lingkup yang cukup dalam persoalan ekonomi. Sehingga tingginya ekonomi suatu negara dapat menunjang pendidikan dan literasi negara tersebut.

Namun, lagi-lagi tulisan di atas hanyalah sebuah omong kosong, dan sudah sangat lama kita abai akan hal tersebut. Jadi, tenang saja.

Beranjak ke ranah agama.

Dalam agama kita (Islam), tentu mengajarkan hal-hal yang membawa kita ke arah kebaikan dan menjauhkan kita dari kejahatan. Contoh sederhananya kita dilarang untuk berzina, mabuk-mabukan,  zalim kepada orang lain dan lain sebagainya. Hal-hal itu telah lama kita dapat melalui pengajaran orang tua dan guru-guru di sekolah.

Hanya saja, tak sedikit juga dari orang-orang yang mendalami ilmu agama akan diuji oleh ilmu agama itu sendiri. Maksudnya ialah, bagaimana cara diri kita dalam mengontrol ilmu tersebut agar betul-betul berguna adanya untuk kita dan juga sekitar. Dalam hal ini, mengontrol diri kita agar tidak menzalimi orang lain dengan status ilmu agama yang kita punya.

Contoh kasus yang terjadi belakangan ini adalah, fenomena seorang pemuka agama yang bernama Gus Miftah yang menghardik secara kasar seorang penjual keliling di majelis ilmu yang ia selenggarakan. Fenomena mengakibatkan pencabutan jabatan Gus Miftah sebagai utusan presiden.

Dari contoh di atas merupakan satu dari beberapa kasus yang telah terjadi mengenai pengatas- namaan agama dalam bersosial.

Simpelnya ialah, sepintar-pintarnya dan sehebat-hebatnya seseorang akan selalu ada batasan, tak semua hal dapat kita jelaskan secara sempurna. Bahkan bisa saja kepintaran akan menjebak kita sendiri di waktu yang akan datang. Segala bentuk aspek dalam dunia ini telah berada dalam kadarnya masing masing, namun seringkali kita abai atau bahkan tidak sadar telah melewati kadar dari aspek tersebut, khususnya dalam aspek beragama.

Atau dalam diksi lain dapat dikatakan bahwa,

Sesempurnanya manusia sebagai ciptaan tuhan tetap akan bernilai sama dihadapan penciptanya.”

Namun, lagi-lagi saya hanya ber-omong Kosong”  hingga tulisan ini selesai saya tulis. Anda bisa terus mengabaikan dan tetap hidup sebagai manusia biasa.

Comments