Kontroversi Sultan Bone Arung Palakka: Pahlawan atau Pengkhianat?

(source: Goggle)
Oleh: Sofyansyah

Melihat dari jejak sejarahnya, Arung Palakka merupakan sosok yang penuh kontroversi. Di satu sisi, ia adalah pahlawan yang berjasa dan dibanggakan oleh masyarakat Bone atas keberhasilannya dalam mengembalikan hak-hak dan kedaulatan rakyat Bone. Namun, di sisi lain, ia juga dianggap sebagai pengkhianat karena pernah membantu VOC Belanda dalam menaklukkan beberapa wilayah di Nusantara.

Dalam hal ini kita akan membahas lebih lanjut, bagaimana bisa ada 2 anggapan yang berlawanan yaitu pahlawan dan pengkhianat disandarkan terhadap Arung Palakka.

Sebelum masuk ke pembahasan inti, mari kita mengenal lebih jauh siapa sebenarnya Arung Palakka. Arung Palakka, yang bernama asli La Tenritatta, sering disebut Malampe’e Gemme’na, lahir di Lamatta, Mario-ri Wawo, Soppeng pada tanggal 15 September 1634. Pada masa itu Bone berada dalam kekuasaan kesultanan Gowa yang saat itu merupakan salah satu kekuatan Maritim yang terbesar di Nusantara . Ia adalah putra mahkota dari Raja Bone ke-13, La Maddaremeng Matinro’e Ri Bukaka.

Ketika proses islamisasi terjadi di Kerajaan Gowa-Tallo, sebagaimana lazim pada masa itu, keyakinan raja sangat memengaruhi rakyatnya. Ketika raja memeluk Islam, rakyat pun ikut memeluk Islam.

Setelah Islam telah menjadi pedoman hidup di kalangan kerajaan Gowa-Tallo, ia kemudian berinisiatif untuk menyebarkan ajaran Islam ke kerajaan-kerajaan lain yang sebelumnya menganut kepercayaan lokal terhadap dewa-dewi dan roh para leluhur sekaligus memperluas pengaruh politiknya. Meskipun pada proses islamisasi yang dilakukan Gowa terhadap kerajaan-kerajaan kecil yang lain berjalan lancar, perlawanan sengit muncul dari Kerajaan Bone. Namun, pada tahun 1611, Bone berhasil ditaklukkan oleh Gowa dan mulai menganut Islam. Dan pada tahun 1643, Bone benar-benar jatuh dan sistemnya pun diperintah langsung oleh Gowa. Saat itu, Bone dipimpin oleh ayahanda Arung Palakka, Sultan La Maddaremmeng.

Menurut beberapa sumber yang penulis baca, ketika Kerajaan Bone berada di bawah kekuasaan penuh Gowa, banyak di antara mereka dijadikan tawanan perang, termasuk nenek dan kedua orang tua serta La Tenritatta sendiri, dijadikan tawanan perang. Saat itu, La Tenritatta (Arung Palakka) berusia kurang lebih 9 tahun. Keluarga bangsawan ini, ditawan di Gowa dan di bawah pengawasan Mangkubumi Karaeng Patingaloang.

La Tenritatta yang masih remaja diangkat oleh Mangkubumi menjadi pembawa puang. Meskipun keluarga bangsawan Soppeng dan Bone yang kalah perang, tetap diperlakukan sebagai tawanan perang. Karaeng Patingaloang adalah seorang yang cerdas dan bijaksana, pengatur strategi perang dan pertahanan kerajaan Gowa, turut membesarkan La Tenritatta sebagai pengawal pribadi. Selama 10 tahun La Tenritatta melihat dan belajar banyak hal dari Karaeng Patingaloang, sampai wafatnya tanggal 15 September 1654. Beliau kemudian digantikan oleh puteranya Karaeng Karunrung sebagai Mangkubumi.

Benih-benih kebencian dan rasa ingin balas dendam muncul dalam diri La Tenritatta bermula pada tahun 1660, ketika kerajaan Gowa mengarahkan 10.000 orang Bone ke Gowa untuk bekerja, tanpa memilih bulu siapa saja yang dapat bekerja untuk menyelesaikan parit dalam waktu kurang 40 hari sebagai pertahanan Gowa. Mereka bekerja menggali parit siang malam dengan makanan seadanya, sehingga banyak di antara mereka terkena penyakit terutama anak-anak dan orang tua. Di antaranya juga ada yang melarikan diri. Bila mereka yang lari, ditemukan oleh laskar Gowa, mereka disiksa setengah mati. Tak jauh beda dengan hewan dipaksa bekerja menurut kehendak tuannya. Hingga bangsawan pun dipaksa bekerja. Hal ini dianggap sebagai pelecehan siri’ (harga diri) bagi orang Bugis dan menimbulkan dendam yang mendalam terhadap Kerajaan Gowa.

Dikutip dari buku Arung Palakka Sang Fenomenal (Dr. H. Muhammad Idris Patarai, M. Si.), kepedihan Arung Palakka memuncak, ketika kematian ayahnya tanpa sebab dan kematian pamannya yang mengerikan membuatnya melarikan diri bersama pengikutnya. Bermula dari sini terbentuk pasukan perlawanan Bone di bawah pimpinan La Tenritatta. La Tenritatta kemudian memutuskan untuk melarikan diri dari Gowa bersama para bangsawan Bone yang menjadi pengikutnya. Mereka melarikan diri ke Buton dan berlindung selama tiga tahun di bawah perlindungan Sultan La Sombata (Aidul Rahiem). Dari sana, La Tenritatta mulai melancarkan serangan balasan terhadap Gowa dan berhasil membebaskan beberapa tahanan pekerja paksa. Namun karena kekuatan militer Gowa sangat besar, ia terpaksa mundur.

Pada saat yang sama, VOC Belanda mencoba mengambil keuntungan dari konflik ini dan menawarkan bantuan kepada Arung Palakka untuk bersama-sama melawan Gowa-Tallo. Meskipun awalnya Arung Palakka ragu karena tidak menyukai ambisi VOC, ia menyadari bahwa bantuan VOC penting untuk merebut kembali hak dan kedaulatan Bone.

Akhirnya, pada tahun 1663, Arung Palakka dan para pengikutnya yang berjumlah 400 orang berlayar ke Batavia, pusat kekuasaan VOC untuk merundingkan sebuah kerjasama. Berulang kali surat dari Sultan Hasanuddin datang kepada kompeni Belanda untuk bersedia menyerahkan pasukan Bugis. Namun, hal ini tidak di tanggapi oleh kompeni Belanda. Di samping itu, perundingan kerjasama La Tenritatta dengan VOC tidak langsung disetujui. Arung Palakka dan para pengikutnya terlebih dahulu diminta membantu VOC dalam berbagai misi militer, sebagai bentuk pembuktian. Ternyata, kehadiran Arung Palakka sangat menguntungkan VOC, dan ia pun menjadi salah satu tokoh kunci dalam penaklukan beberapa wilayah di Nusantara.

Karena kekaguman VOC terhadap kemampuan tempurnya dan melihat keuntungan besar dalam rencana ini, mereka pun setuju membantu La Tenritatta untuk menaklukkan Gowa-Tallo. Jadi kerja sama ini tidak semata-mata hanya menguntungkan Kerajaan Bone, tetapi juga menguntungkan VOC dari sisi ekonomi dan kekuasaan.

Perang terbuka melawan Gowa berlangsung kurang lebih satu tahun bila dihitung sejak pasukan serdadu Belanda yang berjumlah 818 bersama pasukan La Tenritatta dan 578 serdadu Ambon bergerak ke pulau Sulawesi di bawah pimpinan Lasksamana Speelman bulan November 1666, dengan berlayar menggunakan 21 kapal perang.

Lawan mereka saat itu adalah Sultan Hasanuddin, yang dikenal sebagai "Ayam Jantan dari Timur" berjuang mati-matian mempertahankan Makassar. Namun, meskipun memiliki semangat juang yang besar kekuatan militer Gowa tidak mampu menandingi persenjataan moderen VOC yang didukung oleh taktik perang La Tenritatta. Akhirnya, pada 18 November 1667, Gowa-Tallo dapat ditaklukkan dan Sultan Hasanuddin menandatangani Perjanjian Bongaya sebagai tanda kekalahan.

Impian Arung Palakka menjadi kenyataan. Ia berhasil mengembalikan haknya sebagai pewaris kerajaan dan memulihkan kedaulatan rakyat Bone secara umum. Pada akhirnya para tokoh adat dan petinggi kerajaan Bone mempersembahkan mahkota kerajaan Bone kepada La Tenritatta setelah wafatnya La Maddaremmeng serta diberikan gelar Arung Palakka. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1672. Dengan demikian La Tenritatta Datuk Mario Arung Palakka Petta Malampe’e Gemme’na Torisompa-e menjadi raja Bone ke 15, yakni antara tahun 1672-1696.

Sejarah Arung Palakka menimbulkan banyak pro dan kontra. Ada yang menganggapnya sebagai pahlawan karena memperjuangkan hak rakyat Bone, namun tak sedikit pula yang menyebutnya pengkhianat, karena bekerja sama dengan VOC dan melawan bangsanya sendiri.

Penilaian apakah Arung Palakka adalah pahlawan atau pengkhianat tidak ingin kami simpulkan dengan alasan bisa dikembalikan pada sudut pandang masing-masing. Apakah kita melihat dari sisi kepentingan Bone, atau dari sudut pandang nasionalisme yang lebih luas.

Sekian tulisan ini kami buat berdasarkan beberapa sumber yang kami dapatkan. Jika terdapat kesalahan baik dari segi isi, penyampaian, maupun sumber, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Segala bentuk kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang.

 

 

 

Daftar refenrensi

1)     Dr. H. Muhammad Idris Patarai, M. Si. ARUNG PALAKKA SANG FENOMENAL. Cetakan I, 2016 (i-xii).

2)     Masni. “LA TENRITATTA ARUNG PALAKKA RAJA BONE KE-15”. Diunggah oleh : Asri Milawati. SCRIBD. https://www.scribd.com/document/562326988/La-Tenritatta-Arung-Palakka

3)     Tukang Kliping. “SEJARAH HARUS DILURUSKAN..! Arung Palakka, Pahlawan Bugis atau Penghianat Makassar”, YouTube. Dipublikasikan 2025. https://youtu.be/Z1fW6K9m_UE?si=G3OFfw343RcMko8q

4)     Ayu Qodrianti. “ARUNG PALAKKA Pahlawan atau Penghianat ??” YouTube. Dipublikasikan 2023. https://youtu.be/C3LzX9XaMMA?si=xozbHrMUafko_3fv

5)     Catatan Kaki Kita. “Arung Palakka Raja Bugis & Impian menyatukan Sulawesi Selatan” YouTube. Dipublikasikan 2020. https://youtu.be/Z1fW6K9m_UE?si=7rd5nJZBkySCDqNM

Masni. “LA TENRITATTA ARUNG PALAKKA RAJA BONE KE-15”. Diunggah oleh : Asri Milawati. SCRIBD. https://www.scribd.com/document/562326988/La-Tenritatta-Arung-Palakka




Editor: Fairuz

Comments