Mengulas Kesalahpahaman Terkait Sifat Maha Mendengar Tuhan

 

(source: pinterest)

Oleh: Farhahtul ‘Alimah

Dalam sifat-sifat Tuhan yang sering kali disebutkan dalam kitab suci para ilmuwan mendapati adanya sebuah permasalahan yang perlu dijelaskan lebih lanjut. Problematika ini muncul dalam ranah kata-kata yang memiliki karakter berserikat dengan makhluk seperti “mendengar”, “melihat”, “mengetahui”. Dimana sifat-sifat tersebut merupakan sifat yang dimiliki oleh makhluk. Nurcholish Madjid menggambarkan permasalahan ini sebagai problema homonimi yang membahas tentang adanya kemungkinan kesamaan antara Tuhan dengan makhluk atau ciptaan-Nya.

Seperti yang dijelaskan di atas, sifat-sifat tadi juga diberlakukan kepada makhluk khususnya manusia, maka dalam hal ini secara tak langsung ada indikasi bahwasanya manusia dan Tuhan itu berserikat, hal ini menimbulkan problema, sehingga masyarakat di luar sana bertanya-tanya apakah Tuhan dan makhluk itu benar benar berserikat? Tulisan ini hadir untuk menjawab pertanyaan pertanyaan tersebut.

Permasalahan homonimi yang membahas tentang keberserikatan antara Tuhan dan makhluk seringkali muncul pada ayat-ayat mutasyabihat. Ayat mutasyabihat ialah ayat yang maknanya samar atau tidak pasti, seperti kata as-samî’ yang banyak disebutkan di dalam Al-Quran, Fenomena ini secara tak langsung melahirkan kebingungan serta pertanyaan tentang makna sebenarnya dari ayat-ayat mutasyabihat, dalam permasalahan ini terjadilah perbedaan pendapat dalam memaknai ayat tersebut.

Islam memiliki beberapa diferensi argumen tentang boleh tidaknya melakukan takwil terhadap ayat-ayat mutasyabihat itu. Sebagian kelompok Islam membolehkan sehingga harus mengalihkan makna lahiriahnya kepada makna lain dengan tujuan menyingkirkan Kesan jika Tuhan dan makhluk itu berserikat. Sebagiannya lagi tidak membolehkannya, karna ayat tersebut berkaitan dengan sifat Tuhan  yang harus diterima sebagaimana adanya dan bertanya tentang hakikatnya, selama tidak menyerupakan Tuhan dengan makhluknya.

Lantas apakah Tuhan benar-benar mendengar layaknya makhluk? Seperti itulah pertanyaan-pertanyaan yang seringkali kita dengar, entah itu dari kalangan anak kecil ataupun orang dewasa. Pertanyaan inilah yang akan coba dijawab secara ringkas dan sederhana dalam tulisan ini.

Perlu dipahami bahwa Tuhan memiliki banyak sifat pada Asmaulhusna, salah satunya adalah Tuhan itu maha mendengar (as-samî’), hal ini merujuk pada kesempurnaan pendengaran-Nya yang tidak sama bahkan bertentangan dengan makhluknya. Tuhan mendengar segalanya tanpa adanya alat, tidak terhalang, dan tanpa batas,  yang mana hal ini sangat berbeda dari pendengaran  makhluk ciptaan-Nya.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwasanya Tuhan mendengar tanpa adanya alat, seperti telinga yang mana ini adalah alat pendengar yang digunakan manusia. sebagaimana yang pernah dikatakan Ustaz Abdul Somad dalam beberapa kajiannya, beliau menekankan bahwa Allah tidak perlu telinga untuk mendengar.

Seandainya Allah mendengar dengan alat maka Allah serupa dengan makhluk, padahal Allah berfirman: “laysa kamitslihi syai’un wa huwa as-samî al-bashîr” (QS. Asy-Syura: 11) Ustaz Firanda Ardirja juga menegaskan sifat mendengar Allah adalah sifat dzatiyah (melekat pada diri Allah), bukan sifat yang butuh perantara seperti manusia.

Sebagaimana pula yang dikatakan oleh Imam at-Thahawi dalam kitabnya Aqidah at-Thahawiyahwainnahu subhânahu lahu sam’un bilâ udzunin wabasharun bilâ hadaqotin” sesungguhnya Allah maha mendengar tanpa telinga, dan melihat tanpa bola mata. Imam as-Sa’di juga mengatakan dalam Tafsir as-Sa’di, QS. Asy-syura: 11 “samî’un bilâ udzunin wa bashîrun bila ‘aynin” Allah mendengar tanpa telinga dan melihat tanpa mata.

Ulama Ahlusunnah wal Jamaah berpendapat bahwa pendengaran Tuhan dan manusia itu berbeda, makhluk dengan keterbatasan pendengaran pada frekuensi suara tertentu, sedangkan Tuhan memiliki kesempurnaan dalam pendengaran, Tuhan tidak memiliki batas pendengaran sama sekali, entah itu frekuensi suara kecil ataupun besar atau bahkan hanya suara dalam hati.

Tak hanya suara dalam hati manusia, Tuhan bahkan mendengar zikir makhluk lainnya. bahkan tumbuhan yang kelihatannya hanya diam tak bersuara sedikitpun sebenarnya sedang berzikir kepada Tuhan, yang mana zikir mereka tidak bisa didengar oleh telinga manusia, namun Tuhan mendengarnya secara sempurna. Di dalam Al-Quran, disebutkan bahwa semua makhluk bertasbih kepada-Nya, tetapi manusia tidak memahami cara tasbih mereka. Hal  ini menunjukkan bahwa pendengaran Tuhan melampaui batas logika dan indra manusia.

Allah berfirman dalam surah Al-Mulk ayat 13 yang artinya: “dan rahasiakanlah perkataanmu dan lahirkanlah; sesungguhnya Dia maha mengetahui isi hati”. Dengan sifat yang dimiliki Tuhan yaitu as-samî’  (maha mendengar) sudah jelas bahwasanya Tuhan bena-benar mendengar dengan kesempurnaan-Nya, contoh kecil atau bukti nyatanya yang ada di kehidupan sehari-hari manusia, misalnya seperti berdoa dengan suara kecil dan pelan atau bahkan hanya dalam hati dan kemudian doa dipanjatkan itu terjawab, dan inilah bukti nyata bahwa Tuhan benar-benar mendengar.

Hal ini menjadi peringatan agar selalu menjaga perkataan dan isi hati manusia, sebab tidak ada satupun yang tersembunyi dari pendengaran Allah. Mungkin kita bisa menyembunyikan isi hati kita ke orang lain, akan tetapi hal ini tidak berlaku kepada Allah. Dengan menyadari hal ini, manusia seharusnya tidak meremehkan ucapan ataupun isi hati sendiri. Kata-kata yang kasar, bahkan keluh kesah yang tidak terucap akan sampai di pendengaran Allah. Dengan kesadaran ini yang bisa menumbuhkan rasa tenang dan keyakinan bahwa setiap doa-doa yang kita panjatkan tidak akan pernah sia-sia, dan dapat menimbulkan rasa malu dan takut untuk berkata buruk ataupun ucapan-ucapan yang tidak baik.



Editor: Fairus

Comments