Mengulas Kesalahpahaman Terkait Sifat Maha Mendengar Tuhan
Oleh:
Farhahtul ‘Alimah
Dalam sifat-sifat Tuhan yang sering kali disebutkan
dalam kitab suci para ilmuwan mendapati adanya sebuah permasalahan yang perlu
dijelaskan lebih lanjut. Problematika ini muncul dalam ranah kata-kata yang
memiliki karakter berserikat dengan makhluk seperti “mendengar”, “melihat”,
“mengetahui”. Dimana sifat-sifat tersebut merupakan sifat yang dimiliki oleh
makhluk. Nurcholish Madjid menggambarkan permasalahan ini sebagai problema homonimi yang membahas tentang adanya
kemungkinan kesamaan antara Tuhan dengan makhluk atau ciptaan-Nya.
Seperti yang dijelaskan di atas, sifat-sifat tadi juga
diberlakukan kepada makhluk khususnya manusia, maka dalam hal ini secara tak
langsung ada indikasi bahwasanya manusia dan Tuhan itu berserikat, hal ini
menimbulkan problema, sehingga masyarakat di luar sana bertanya-tanya apakah
Tuhan dan makhluk itu benar benar berserikat? Tulisan ini hadir untuk menjawab
pertanyaan pertanyaan tersebut.
Permasalahan homonimi
yang membahas tentang keberserikatan antara Tuhan dan makhluk seringkali muncul
pada ayat-ayat mutasyabihat. Ayat mutasyabihat ialah ayat yang maknanya samar
atau tidak pasti, seperti kata as-samî’
yang banyak disebutkan di dalam Al-Quran, Fenomena ini secara tak langsung
melahirkan kebingungan serta pertanyaan tentang makna sebenarnya dari ayat-ayat
mutasyabihat, dalam permasalahan ini
terjadilah perbedaan pendapat dalam memaknai ayat tersebut.
Islam memiliki beberapa diferensi argumen tentang
boleh tidaknya melakukan takwil terhadap
ayat-ayat mutasyabihat itu.
Sebagian kelompok Islam membolehkan sehingga harus mengalihkan makna
lahiriahnya kepada makna lain dengan tujuan menyingkirkan Kesan jika Tuhan dan
makhluk itu berserikat. Sebagiannya lagi tidak membolehkannya, karna ayat
tersebut berkaitan dengan sifat Tuhan
yang harus diterima sebagaimana adanya dan bertanya tentang hakikatnya,
selama tidak menyerupakan Tuhan dengan makhluknya.
Lantas apakah Tuhan benar-benar mendengar layaknya
makhluk? Seperti itulah pertanyaan-pertanyaan yang seringkali kita dengar,
entah itu dari kalangan anak kecil ataupun orang dewasa. Pertanyaan inilah yang
akan coba dijawab secara ringkas dan sederhana dalam tulisan ini.
Perlu dipahami bahwa Tuhan memiliki banyak sifat pada
Asmaulhusna, salah satunya adalah Tuhan itu maha mendengar (as-samî’), hal ini merujuk pada kesempurnaan pendengaran-Nya yang
tidak sama bahkan bertentangan dengan makhluknya. Tuhan mendengar segalanya
tanpa adanya alat, tidak terhalang, dan tanpa batas, yang mana hal ini sangat berbeda dari
pendengaran makhluk ciptaan-Nya.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwasanya
Tuhan mendengar tanpa adanya alat, seperti telinga yang mana ini adalah alat
pendengar yang digunakan manusia. sebagaimana yang pernah dikatakan Ustaz Abdul
Somad dalam beberapa kajiannya, beliau menekankan bahwa Allah tidak perlu
telinga untuk mendengar.
Seandainya Allah mendengar dengan alat maka Allah
serupa dengan makhluk, padahal Allah berfirman: “laysa kamitslihi syai’un wa huwa as-samî al-bashîr” (QS.
Asy-Syura: 11) Ustaz Firanda Ardirja juga menegaskan sifat mendengar Allah
adalah sifat dzatiyah (melekat pada
diri Allah), bukan sifat yang butuh perantara seperti manusia.
Sebagaimana pula yang dikatakan oleh Imam at-Thahawi
dalam kitabnya Aqidah at-Thahawiyah “wainnahu subhânahu lahu sam’un bilâ udzunin
wabasharun bilâ hadaqotin” sesungguhnya Allah maha mendengar tanpa telinga,
dan melihat tanpa bola mata. Imam as-Sa’di juga mengatakan dalam Tafsir as-Sa’di, QS. Asy-syura: 11 “samî’un bilâ udzunin wa bashîrun bila
‘aynin” Allah mendengar tanpa telinga dan melihat tanpa mata.
Ulama Ahlusunnah wal Jamaah berpendapat bahwa
pendengaran Tuhan dan manusia itu berbeda, makhluk dengan keterbatasan
pendengaran pada frekuensi suara tertentu, sedangkan Tuhan memiliki
kesempurnaan dalam pendengaran, Tuhan tidak memiliki batas pendengaran sama
sekali, entah itu frekuensi suara kecil ataupun besar atau bahkan hanya suara
dalam hati.
Tak hanya suara dalam hati manusia, Tuhan bahkan
mendengar zikir makhluk lainnya. bahkan tumbuhan yang kelihatannya hanya diam
tak bersuara sedikitpun sebenarnya sedang berzikir kepada Tuhan, yang mana
zikir mereka tidak bisa didengar oleh telinga manusia, namun Tuhan mendengarnya
secara sempurna. Di dalam Al-Quran, disebutkan bahwa semua makhluk bertasbih
kepada-Nya, tetapi manusia tidak memahami cara tasbih mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pendengaran Tuhan melampaui
batas logika dan indra manusia.
Allah berfirman dalam surah Al-Mulk ayat 13 yang
artinya: “dan rahasiakanlah perkataanmu dan lahirkanlah; sesungguhnya Dia maha
mengetahui isi hati”. Dengan sifat yang dimiliki Tuhan yaitu as-samî’
(maha mendengar) sudah jelas bahwasanya Tuhan bena-benar mendengar
dengan kesempurnaan-Nya, contoh kecil atau bukti nyatanya yang ada di kehidupan
sehari-hari manusia, misalnya seperti berdoa dengan suara kecil dan pelan atau
bahkan hanya dalam hati dan kemudian doa dipanjatkan itu terjawab, dan inilah
bukti nyata bahwa Tuhan benar-benar mendengar.
Hal ini menjadi peringatan agar selalu menjaga
perkataan dan isi hati manusia, sebab tidak ada satupun yang tersembunyi dari
pendengaran Allah. Mungkin kita bisa menyembunyikan isi hati kita ke orang
lain, akan tetapi hal ini tidak berlaku kepada Allah. Dengan menyadari hal ini,
manusia seharusnya tidak meremehkan ucapan ataupun isi hati sendiri. Kata-kata
yang kasar, bahkan keluh kesah yang tidak terucap akan sampai di pendengaran
Allah. Dengan kesadaran ini yang bisa menumbuhkan rasa tenang dan keyakinan bahwa
setiap doa-doa yang kita panjatkan tidak akan pernah sia-sia, dan dapat
menimbulkan rasa malu dan takut untuk berkata buruk ataupun ucapan-ucapan yang
tidak baik.
Editor: Fairus




Comments
Post a Comment